SIWA TATTVA
•BAGIAN I
•SUMBER SIWA TATTWA
•A. BHUWANA KOSA
B.WRHASPATI TATTVA
C.GANAPATI TATTVA
•D. SANGHYANG MAHA JNANA
•E. TATTVA JNANA
F.JNANA SIDHANTA
•
•
•
●
•TUHAN DALAM SIWA TATTWA
A.PENGERTIAN UMUM
DALAM SIWA TATTWA TUHAN DISEBUT SANG HYANG WIDHI WASA – SANG HYANG
TITAH (BHS.BALI). SEBUTAN SANG HYANG WIDHI TIDAK DITEMUKAN DALAM
LONTAR-LONTAR YANG ADA DI BALI, YANG ADA ADALAH BETARA SIWA. DI BALI
BETARA SIWA ADALAH SEBUTAN DARI SANG HYANG WIDHI DAN SEBUTAN INI SANGAT
POPULER DAN SANGAT DI AGUNGKAN OLEH MASYARAKAT BALI.
DALAM SASTRA HINDU INDONESIA AJARAN TSB DIATAS DISEBUT SEBAGAI AJARAN
SAIVASIDDHANTA. NAMA INI MENGINGATKAN KITA KEPADA NAMA SAIVA SIDDHANTA
DI INDIA SELATAN. NAMUN BILA DIAMATI TERDAPAT PERNEDAAN PERBEDAAN ANTARA
SAIVASIDDHANTA INDONESIA DENGAN SAIVASIDDHANTA INDIA.
•
Ajaran Ketuhanan dalam Veda mengajarkan bahwa Tuhan adalah Esa, namun
ia meliputi segalanya, mempunyai banyak nama. Dalam Rg.Veda I–164.46
disebutkan sebagai berikut:
Indram, mitram, varuna agnim, ahur, atho, divyah, sasuparno, garutman
- Ekam sad vipra bahuda vadantyagnim yamam matarisvanam ahuh
Artinya:
Mereka menyebutkan Indra, Mitra, Varuna, Agni, dan Dia yang
bercahaya, yaitu Garutman yang bersayap elok. Satu itu (Tuhan), sang
bijaksana menyebut dengan banyak nama seperti Agni, Yama Matarisvan.
•
Dalam Lontar Jnanasiddhanta Tuhan dinyatakan
sebagai berikut:
Sa eko bhagavan sarvah, siva karana karanam
Aneko viditah sarvah, catur vidhasya karanam
Ekatwanekatwa swalaksana bhatara, ekatwa ngaranya, kahidep
makalaksana ng Siwatattwa. Ndan tunggal, tan rwatiga kahidepanire,
mangelaksana siwa karana juga, tanpaprabheda. Aneka ngaranya kahidepan
bhatara makalaksana cathurda, caturdha ngaranya laksananiram sthuta
suksme parasunya.
•
Berdasarkan etimologi istilah Siwa Tattwa terdiri dari dua kata yaitu
Siwa dan Tattwa. Kata Siwa berasal dari bahasa Sansekerta yang dalam
bentuk ajektivenya berarti mulia, dan dalam bentuk noun masculinenya
bermakna dewa atau tunau. Sedangkan istilah Tattwa juga berasal dari
bahasa Sansekerta yang berarti intisari kebenaran yang sejati. Dengan
demikian istilah Siwa Tattwa berarti intisari kebenaran yang sejati
daripada Tuhan atau yang disebut pula filsafat ke-Tuhanan atau Widhi
Tattwa.
•
Dalam sudut pandang filsafat, dengan pengaruh maya terhadap Cetana, maka ia akan menjadi tiga wujud disebut Tri Purusa, yaitu :
qParama Siwa (Tuhan dalam keadaan Nirgunam atau Nirgunam Brahman),
qSada Siwa (Sagunam Brahman atau Tuhan dalam keadaan Sagunam) dan
qSiwatma (Tuhan dalam pengaruh maya menjadi jiwa semua makhluk).
Perbedaan wujud seperti tersebut di atas bukan mengandung arti
politheis, karena inti pokoknya tetap tunggal namun di golongkan menjadi
tiga wujud sedemikian itu ialah karena didasarkan atas sifat, fungsi,
dan aktivitas tertentu sebagai akibat ada tidaknya pengaruh maya itu.
Pada hakikatnya Parama Siwa, Sada Siwa dan Siwatma itu adalah tunggal,
ada nya perbedaan berupa tiga wujud itu semata-mata karena adanya
pengaruh maya.
•
Parama Siwa Tattwa
Parama Siwa adalah Tuhan yang belum kena pengaruh maya, ada dalam
keadaaan tenang, tanpa aktivitas, kekal abadi, tiada berawal dan
berakhir, ada dimana-mana, maha tahu dalam keadaan seperti ini beliau
diberi gelar Nirgunam Brahman. Dalam hubungan ini perhatikanlah sloka
berikut:
qApremeyam anirdesyam anaupamyam, suksmam sarwagatam nityam dhruwam
awyayam Iswaram. Aprameyam anantatwad anirdesyam alaksanam, anaupamyam
anadrsyam wimalatwad anamayam. Suksmanca anupalabhatwad wyapakatwacca
sarwagam, nityakarena sunyatwam acalatwacca tad dhruwam. Awyayam
paripurnatwad saumyabhawam tathaiwa ca, Siwa tattwam idam uktam sarwatah
parisamsthitam. (Sudarshana Devi, 7-10, hal 38).
•
•
Artinya :
Yang disebut Paramasiwa Tattwa aialah Iswara yang tak dapat diukur,
tak dapat diberi jenis, tak dapat diumpamakan, tak dapat dikotori, maha
halus, ada dimana-mana, kekal abadi, senantiasa langgeng, tidak pernah
berkurang, tidak dapat diukur, karena dia tidak terbatas, tidak dapat
diberi jenis, karena dia tak punya sifat, tak dapat diumpamakan, karena
tiada sesuatu seperti dia, tak dapat dikotori, karena dia tak bernoda.
Maha gaib, karena dia tak dapat diamati, berada dimana-mana, karena
dia menembus dimana-mana, karena dia menembus segalanya, kekal abadi,
karena suci dia suci murni, dan selalu langgeng, karena dia tidak
bergerak. Tidak pernah berkurang, karena dia maha sempurna, begitu pula
keadaannya adalah tenang, inilah Paramasiwa Tattwa yang menempati
segalanya.
•
•
Dengan memperhatikan sloka di atas, maka dapat dibayangkan mengenai
kemahagaiban sifat Paramasiwa itu. Karena kesuciannya, maka tidaklah ada
sesuatu yang dapat mempengaruhi beliau, sehingga sangat sukarlah bagi
kita untuk membanding-bandingkan dan memberikan pembatasan terhadap
wujud beliau. Beliau tidak berawal dan tidak berakhir, tanpa batas,
tanpa ada yang mengadakan, tiada terpengaruhi oleh waktu, tempat dan
keadaan. Bagaimana mungkin kita membatasi sesuatu yang tidak terbatas,
atau mengukur sesuatu yang tidak berukuran.
Sesungguhnya masalah ke-Tuhanan bukanlah masalah yang bersifat
material, sehingga dengan demikian sukarlah bagi kita yang hidup atas
dasar materi dan serba terbatas ini untuk dapat memberi pembatasan
terhadap Tuhan Yang Maha Agung dan serba tak terbatas. Paramasiwa adalah
transendental yang berada di luar batas pikir manusia, sehingga dengan
demikian beliau tidak dapat dibayangkan karena kemahagaibannya.
•
•
Sadasiwa Tattwa
Sadasiwa adalah Tuhan yg telah dikenal oleh pengaruh maya, maka dia
mulai memiliki sifta, fungsi dan aktivitas. Tuhan dlm wujud sebagai
sadasiwa juga disebut dengan nama Saguna Brahman. Pengaruh maya kepada
Sadasiwa berjumlah besar, sehingga kesadaran aslinya masih lebih besar
daripada unsur mayanya. Oleh karena itulah Sagunam Brahman juga disebut
dengan nama Siwasawyaparah, yaitu Paramasiwa yang telah bersemayam
dengan saktinya, sehingga ia dapat melakukan utpeti, stiti dan pralina
di alam semesta ini. Sehubungan dgn itu perhatikan sloka berikut:
“sawyaparah siwah suryan caitta tattwah sadasiwah,
Sapadah saguno wyapi arupatwat pracaryate,
Utpadakona sadhakah tattasyanugraha parah,
Wirocanakaro nityah sarwajnah sarwakrdwibhuh.
(Sudharsana Devi,11-12,hal 38).
•
•
Artinya :
Sadasiwa adalah Cetana (Tuhan) yang telah aktif, telah berfungsi dan
berkhasiat, suka mengampuni, memberi sinar penerangan, dapat menjadi
kecil-sekecilnya, tiada berwujud, dan menjadi pujaan dari semua makhluk.
Sebagai pencipta, pelebur, dan pemelihara alam semesta, memberi sinar
cahaya, serba tahu, maha karya, ada dimana-mana dan kekal abadi.
Dengan memperhatikan sloka di atas jelaslah Sadasiwa itu tidak lain
dari Paramasiwa juga, tetapi Paramasiwa yang telah bersenyawa dengan
hukum kemahakuasaannya sendiri, sehingga dapat terlaksana segala yang
dikehendakinya. Oleh karena beliau memiliki kesempurnaan dan
kemahakuasaan yang memenuhi alam semesta ini, maka beliau diberi
bermacam-macam gelar, sebagai Brahma, Wisnu, Rudra, Mahadewa, Sanghyang
Widhi dan sebagainya. Berdasarkan atas kemahakuasaan yang tidak terbatas
itu, sehingga beliaulah yang menjadi Sangkanparan atau asal dan
kembalinya alam semesta dengan segala isinya.
•
•
Sesungguhnya Sadasiwa adalah penggambaran Tuhan menurut alam pikiran
manusia secara impirisis. Penggambaran Tuhan secara impirisis pada
hakikatnya tidak bertentangan dengan pengertian yang diberikan oleh
kitab suci demi untuk kepentingan manusia. Penggambaran Tuhan sebagai
yang dimaksud itu menyebabkan sifat Tuhan dibawa pada sifat-sifat
manusiawi, menurut takaran manusia, sehingga menyebabkan timbulnya
gambaran Tuhan secara pantheistis, Tuhan seperti manusia biasa dengan
sifat yang lebih.
Dengan penggambaran sebagai manusia yang merupakan gambaran yang
paling mudah menurut manusia, secara abstrak dilukiskan Tuhan sebagai
maha mendengar, maha melihat, maha mengetahui, maha pengasih, dan
sebagainya yang kesemuanya itu adalah sifat yang didambakan oleh
manusia. Penggambaran seperti itu bukanlah merupakan hal yang baru,
karena gambaran seperti itu sudah kita jumpai di dalam kitab suci Weda.
Kita mengenal Tuhan sebagai Maha Pelindung, sebagai Maha Ada, sebagai
Maha Melihat, sebagai tanpa bentuk yang diwujudkan dalam bentuk
dewa-dewa.
•
•
Kemahakuasaan Sadasiwa antara lain meliputi Guna, Sakti, dan
Swabhawa. Guna terbagi dalam tiga sifat mulia, Sakti meliputi empat
kekuataan yang disebut Cadusakti dan Swabhawa meliputi dekapan
kemahakuasaan yang disebut Astaiswarya.
1. Guna dari Tuhan (Sadasiwa)
Tuhan sebagai wujud Sadasiwa memiliki tiga macam guna, yaitu
Durasrawana, Durasarwajna, dan Duradarsana. Durasrawana ialah dapat
mendengar suara yang dekat dan sejauh-jauhnya atau dapat mendengar suara
yang keras dan sehalus-halusnya termasuk bisikan hati semua makhluk.
Durasarwajna ialah dapat mengetahui segala-galanya, baik yang telah
lewat (Atita), sekarang (Wartamana), dan yang akan datang (Nagata).
Duradarsana ialah dapat melihat segala sesuatu yang berwujud ataupun
yang semu, yang ada ataupun yang akan ada dari semua tingkatan hidup.
Dari adanya ketiga sifat mulia itulah beliau disebut Maha Tahu, Maha
Kuasa, Maha Ada, dan Maha Sempurna.
•
•
•
2. Saksi dari Tuhan (Sadasiwa)
•Dalam wujud sebagai Sadasiwa itu, Tuhan memiliki empat macam
kekuatan yang istimewa yang disebut Cadusakti yang terdiri dari
Wibhusakti, Prabhusakti, Jnanasakti, dan Kriyasakti.
•Wibhusakti berarti Maha Ada. Istilah ini dalam sastra kerohanian
sering dihubungkan dengan istilah Utaprota yang berarti ada dimana-mana,
seperti keberadaan minyak dalam santan dan bagaikan api dalam kayu yang
kering.
•Prabhusakti artinya Maha Kuasa, yakni menguasai segala-galanya,
tidak ada sesuatu yang menyamai kekuasaannya, segala sesuatu ada di
bawah kekuasaannya. Dalam hubungan ini beliau digelari Iswara atau
Parameswara..
•Jnanasakti berarti Maha Tahu, Maha Bijaksana, dan dapat mengetahui
segala sesuatu yang ada dan yang akan ada. Beliau sebagai sumber segala
pengetahuan dan kebijaksanaan.
•Kriyasakti artinya Maha Karya, yakni dapat melakukan segalanya dengan sempurna.
•
•
3. Swabhawa dari Tuhan (Sadasiwa)
Disamping Guna dan Cadusakti, Tuhan dlm wujud sbg Sadasiwa memiliki
lagi ke-Mahaadaan atau ke-Mahamuliaan yang disebut Astaiswarya.
Astaiswarya dlm bahasa Sansekerta berarti delapan ke-Mahamuliaan.
Anima
Kata Anima adalah bentuk istilah noun-feminin dalam bahasa Sansekerta
yang berasal dari kata anu yang berarti atoom. Dalam hubungannya dengan
Astaiswarya, maka istilah Anima dapat diartikan kecil sekecil kecilnya.
Jadi Anima sebagai salah satu sifat keistimewaan Tuhan (Sadasiwa) yang
mengandung arti bahwa Tuhan dapat mengambil wujud yang sekecil-kecilnya.
Susuksmo wai yatha dehah athulam tyaktwa yathecchaya,
Animan tri sariranca yati tenocyatenima, Awak nira ikang aganal,
yateka matemaham malit, Alit ngaranya wenang umajnani ikang ajnana,
Masuk metu kadi raray masiluruping wwai, Yeka anima ngaranya.
(Sudarshana Devi, 67, hal 68).
•
•
Artinya:
Badannya yang besar, jika dikehendaki dapat menjadi kecil
sekecil-kecilnya, demikian yang disebut Anima. Badannya yang besar itu
dapat menjadi kecil, kecil itu maksudnya bahwa dia dapat menjadi tidak
tahunya orang yang bodoh, akan keluar masuk-nya, bagaikan bayi yang
berkecimpung dalam air, itulah yang disebut Anima.
Memperhatikan sloka tersebut di atas bahwa keistimewaan daripada
animanya, maka Tuhan dapat meresapi segala sesuatu. Beliau dapat keluar
masuk dalam semua benda di alam semesta ini, termasuk dalam diri
manusia. Bagi mereka yang bijaksana mengetahui hakikat Tuhan dlm bentuk
Anima, tetapi mereka yang bodoh sebaliknya karena diliputi oleh Awidya.
•
•
•
Laghima
Kata laghima adalah istilah yang berbentuk noun feminine dalam bahasa
sansekerta dan berasal dari kata Laghu yang berarti ringan. Dalam
hubungan dengan Astaiswarya kata Laghima dapat diartikan bahwa Tuhan
dapat mengurangi beratnya sendiri sesuai dengan yang dikehendakinya.
Beliau dapat menjadikan dirinya lebih ringan daripada udara, sehingga
mudah pergi ke segala tempat yang diinginkannya.
Purwam asit gurutwam yat tat tyaktwa mahasaiwa tu,
Tulawallaghu dehah syat swecchaya laghima tatha.
Abwat nikawak nira ri tambayanya, wekasan hadangan kadi kapuk.
Asing saparanira, yang maring swarga, maring sapta dwipa,
Mareng sapta patala, dadi kumulilingi hengning anda bhuwana,
Wisata sakanyun ira pinaran ira, yeka laghima ngaranya.
(Sudarshana Devi, 68 hal 68).
•
•
Artinya:
Berat badannya semula, seketika bisa hilang jika dikehendaki, menjadi
ringan seperti kapuk, demikianlah yang disebut Laghima. Berat badannya
yang semula itu, kemudian dapat menjadi ringan seperti kapuk, segala
yang ditujunya, jika ke sorga, ketujuh benua, ketujuh lapisan tanah, dan
sukses dalam mengelilingi lingkaran luar alam semesta, serta tercapai
dengan baik segala yang ditujunya, itulah yang dinamakan Laghima.
•
•
Mahima
Kata Mahima adalah suatu istilah dari bahasa Sansekerta dalam bentuk
feminin yang berasal dari kata maha, yang berarti besar, agung, mulia,
luhur, utama, dan tersohor. Adapun maksud yang tersimpul dalam istilah
itu ialah menerangkan segala macam sifat dan keadaan yg amat besar dan
selalu melebihi segala hal.
Nihan tang mahima ngarabya:
Yatraiwa swecchaya gacchet tatra tat swecchawasitam,
Sarwatah pujyate yasman mahima tena procayate,
Umahas sira ring desantara, pihuja sira sinembah wineh sarwa bhoga,
Wineh bojana, apan aprabhrti, yeka mahimangarayanya (Sudarshana Devi,
69, hal 69).
•
•
Artinya:
Inilah yang disebut Mahima, kemana saja hendak pergi, disana juga
ia senang berdiam, karena selalu dimuliakan di segala tempat, itulah
yang dimaksud Mahima. Berkunjung beliau ke antar daerah, beliau selalu
dipuja, dimuliakan dan dipersembahkan aneka macam sesajen dan
kenikmatan, oleh karena senantiasa diutamakan, begitulah yang disebut
Mahima.
•
•
Prapti
Kata Prapti ialah istilah noun feminin dalam bahasa Sansekerta yang
berbentuk compositum dari Pra yang berarti sebelum atau terlebih dahulu
dan kata Apti (noun feminin) yang berarti pendapatan, manfaat,
keuntungan atau hasil. Dalam bahasa jawa kuno istilah ini sering
diartikan kedatangan, sampai tercapai. Dalam hubungan dengan astaiswarya
istilah prapti mengandung arti serba sukses atau berhasil terlebih
dahulu.
Asit tasmat wilasewa adhiwastu gatah bhawet, Nikhila drawya
sampraptyai praptir namatra sarwatah, Asing sakahyun ira, irikang sarwa
wastu teke juga tan Pinet tan pininta, maka phala sukha ri sira, Irika
ta yan bhukti ikang sukna, sangka ri gya niran hentay Phalaning karma,
wisata sira, tan kabadha dening phalan ikang Gawe hayu, yeka prapti
ngaranya (Sudarshana Devi, 70, hal 69).
•
•
Artinya:
Segala sesuatu yang telah diingini, seketika ada dengan semestinya,
itulah yang dimaksud dengan Prapti. Segala yang dikehendakinya,
semuanya itu datang juga dengan sendirinya, tanpa diharap dan diminta
hingga dapat menyenangkan dirinya. Bila menikmati kesenangan, oleh
karena kebijaksanaannya maka tidaklah terikat dengan hasil perbuatan,
sentosalah dia, sebab tidak ada yang memadainya dalam hal berbuat baik.
Itulah yang disebut Prapti.
•
•
Prakamya
Kata Prakamya adalah suatu bentuk ajektif dari kata Prakama (noun
masculine) yang berupa compositum dan terdiri dari kata Prama dan Kama
(noun-masculinum) yang berarti cinta, ingin, senang, atau sudi. Dengan
demikian istilah Prakamya berarti terwujud segala keinginannya.
Nihan tang prakamya ngaranya;
Atmanaiwa krtam rupam praptam syattu yadatmana,
Yateccham yakrtam rupam pramyam samudahrtam.
Asing sakahyun ira rupan ira, yang hyang, yan manusa,
Yan tiryak, kapwa ikan dadin ira, pinaka temahan ira,
Yeka prakamya ngaranya. (Sudarshana Devi, 71, hal 69).
•
•
Artinya:
Segala sesuatu bentuk yang terbayang dalam keinginannya, juga akan
tercapai olehnya, seperti apa yang terwujud dalam pikirannya itu,
demikianlah yang disebut Prakamya. Segala wujud yang diinginkannya,
berupa dewa, manusia atau berupa binatang, pasti juga demikianlah
manifestasinya, itulah yang disebut Prakamya.
•
•
Isitwa
Kata Isitwa adalah suatu istilah dari bahasa Sansekerta yang
berbentuk ajektif dan berasal dari akar kata kerja ic (is) yang berarti
mengatur, memimpin, memerintah, dan merajai. Dalam hubungan dengan
Astaiswarya, Isitwa berarti pengatur segalanya. Yang dimaksud disini
ialah salah satu sifat Tuhan (Sadasiwa) yang dianggap memiliki sifat
sebagai Maha Pengatur.
Brahma wisnwindra-suryasya bhuwana yadyati sada, Dewanukula
bhaktyartnam isitwam namehocyate. Yapwan lumaku mameng-ameng mareng
kanyangan, wenang Siran umadeh sanghyang Brahma, Wisnu, Indra, Surya ri
kahyangan Ira, nguniweh ikang watek dewata kaben, apan bhatara mahulun
Nana ri sang yogiswara, ya ta matangyan wenang pramana irikang Dewata
kabeh, yeka isitwa ngaranya. (Sudarshana Devi, 72, hal 70).
•
•
Artinya:
Dia selalu dapat keluar masuk kahyangan dari dewa Brahman, Wisnu,
Indra, dan Surya, karena semua dewa-dewa itu tunduk dan bhakti
kepadanya. Itulah yang disebut Isitwa. Jika pergi berjalan-jalan ke
kahyangan, dia dapat menundukkan dewa Brahma, Wisnu, Indra dan Surya di
kahyangannya, apalagi dewa-dewa yang lainnya, sebab sifat pelindung dan
penguasa hanya ada pada Tuhan, itulah sebabnya maka dia dapat memerintah
para dewa-dewa semua.
Wasitwa
Kata Wasitwa adalah istilah dari bahasa Sansekerta yang berstatus
sebagai ajektif dan berasal dari kata Waca (noun masculinum) yang
berarti kemahakuasaan.
•
•
Yatraiwa yad wasitwam syad wasitwad yatrakamata. Wenang siromuts
ikang dewata kaben, dumwanya ri lwiranya, Apan sira maka drewya ikang
rat kabeh, Yapwan tan pamituhuri sira, yeka wasistwa ngaranya.
(Sudarshana Devi, 73, hal 70).
Artinya:
Berhubung beliau bersifat mahakuasa, dengan kemahakuasaannya itulah
tercapai segala yang dikehendaki. Beliau dapat memerintah semua
dewa-dewa, serta dihukumnya masing-masing apabila tidak menuruti
perintahnya, sebab beliaulah penguasa alam semesta ini, demikianlah yang
disebut Wasitwa.
•
•
Yatra kama wasayitwa
Kata Yatra kama wasayitwa adalah suatu istilah dari bahasa Sansekerta
dlm bentuk compositum yg berstatus ajektive dan terdiri dari kata
Yatra, Kama dan Was. Kata Yatra (adverbia) berarti dimana, sedangkan
kata Kama (noun masculine) yg berarti Cin.
Kata Was (infinitif kelas 1 transitif) berarti bertempat tinggal atau
berada. Jadi pengertian yg terkandung dlm istilah Yatrakamawasayitwa
itu ialah apa atau dimana saja yg dike hendakinya, maka seketika itu
pula berhasil dan tetap dalam keadaan mahakuasa. Misalnya jika Tuhan
(Sadasiwa) ingin mengambil suatu wujud tertentu untuk mengawasi alam
semesta berserta isinya, maka seketika itu pula bisa terlaksana dan
mahakuasa. Bila diperhatikan data-data tersebut diatas, maka pengertian
Yatrakamawasayitwa ini erat sekali hubungannya dengan pengertian yang
terkandung dalam istilah Prakamya dan Wasitwa di depan.
•
•
Pengertian Yatra kama wasayitwa dalam sloka:
Dehena yatum icchasyad yatrakamawasayitwam. Irika ta siran mangka
tawak nira, dumanda ikang dewa, Manusa, tiryak, asing langghana ri sira,
yeka yatrakamawasayitwam. (Sudarshana Devi, 74, hal 70).
Artinya:
Yatrakamawasayitwam adalah kehendak untuk pergi dgn wujud tertentu.
Disanalah beliau seketika mengambil suatu bentuk tertentu guna menghukum
dewa-dewa, manusia, binatang, dan segala yang durhaka padanya.
Sehubungan dengan adanya kemahakuasaan Tuhan (Sadasiwa) yaitu
Yatrakamawasayitwa ini, memiliki hubungan yang sangat erat dengan adanya
keyakinan terhadap adanya Awatara dalam ajaran Agama Hindu. Awatara
adalah suatu perwujudan Tuhan ke dunia untuk menegakkan Dharma dan
menghancurkan Adharma. Perwujudan beliau ke dunia ada yang berupa
manusia, binatang, dan setengah manusia atau binatang.
•
•
Dalam hubungannya dengan Awatara, Wisnu Purana menyebutkan adanya
sepuluh Awatara, yakni Matsya watara (seperti ikan), Kurmawatara
(seperti kura-kura), Warahawatara (seperti babi), Narasimhawatara
(seperti manusia berkepala singa), Wamanawatara (seperti manusia
kerdil), Parasuramawatara (seperti seorang Raja bersenjata kapak),
Ramawatara (sebagai putra mahkota Ayodya), Krsnawatara (sebagai Raja
Dwarawati dan ajarannya tercantum dalam Bhagawad Gita), Budha watara
(sebagai putra Raja Kosala dan sebagai tokoh Agama Budha), dan yang
terakhir adalah Kalkiwatara (sebagai penunggang kuda putih dengan
bersenjatakan pedang). Melalui wujudnya sebagai Awatara itulah Tuhan
dapat dikenal langsung dengan sifat cinta kasihnya yang tidak terhingga.
•
•
4. Padmasana dan Mantratma
dari Tuhan (Sadasiwa)
•Tuhan (Sadasiwa) pada saat menggerakkan hukum kemahakuasaannya atau
sakti dan swabhawanya, untuk mengatur keharmonisan alam semesta beserta
isinya, secara simbolik beliau dianggap seolah-olah bersinggasana
ditengah-tengah kembang teratai yang disebut Padmasana.
•Padmasana adalah bahasa Sansekerta dalam bentuk compositum yang
terdiri dari kata Padma dan Asana. Kata Padma (noun masculine) yang
artinya teratai, sedangkan kata Asana (noun masculine) berarti sikap
atau tempat. Maka dari itu kata padmasana diartikan singgasana kembang
teratai.
•
•
•Bunga teratai dianggap sebagai salah satu bunga yang suci dalam
Agama Hindu. Hal ini kiranya didasarkan kepada suatu logika bahwa bunga
teratai itu tumbuhnya di lumpur yang berair, namun bunganya tidak
dilekati oleh lumpur dan air itu. Demikian pula tumbuhnya bunga teratai
itu ujungnya selalu menjulang ke atas dan daun kelopak bunganya
senantiasa menunjukkan arah kiblatnya mata angin.
•Secara tradisi Indonesia, khususnya di Bali bahwa Padmasana itu
merupakan suatu bangunan suci yang puncaknya berbentuk kursi dan
dibawahnya terdapat Naga Basuki dan Badawangnala yang berfungsi sebagai
pengikat dan penumpu bangunan itu. Bangunan suci ini secara khusus
dipergunakan sebagai media untuk melakukan pemujaan kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa.
•
•
•Disamping itu, di Bali juga terdapat gambar Padma berupa bulatan
yang dikelilingi dengan daun kelompok yang menunjukkan arah kiblat mata
angin. Gambar Padma itu dianggap sebagai simbol dari Bhuwana Agung atau
Bhuwana Alit, yang sering pula dipergunakan dalam upacara tertentu. Di
tengah-tengah gambar Padma itu ditulis huruf Omkara. Oleh karena itu,
maka gambar itupun disebut Padmasana juga. Jadi dengan di Bali ada dua
macam Padmasana, yaitu berupa bangunan dan yang berupa gambar seperti
yang tersebut di atas.
•Pada waktu menggerakkan hukum kemahakuasaannya, beliau disimbolkan
pula memakai suatu wujud yang disebut Mantratma yakni inti kekuatan gaib
dari doa-doa mantra. Dalam bentuk aksara, Mantratma itu diwujudkan
dengan Om atau Aum. Oleh karena itulah aksara Om atau Aum selalu
diucapkan pada awal dari setiap mantra. Aksara Om itu adalah sebagai
wujud Tuhan Yang Maha Esa dan sifatnya sangat rahasia.
•
•
•Sawyaparah Bhatara Sadasiwa Sira, hana padmasana pinaka palungguhan
ira, aparan ikang padmasana ngaranya, saktinira, sakti ngaranya,
wibhusakti, prabhusakti, jnanasakti, kriyasakti, nahan yang cadusakti
ngaranya.
•Nahan yang cadusakti ngaranya padmakara, rimadhyan ika, ngkana ta
palungguhan Bhatara, kalan iran masasira, mantratma ta sira, mantra
pinaka sariranira, isana murdhaya, tapurusa waktraya, angora hrdayaya,
bamadewa guhyaya, sadyojata murti ya, AUM, nahan pitaka sarira bhatara.
(Sudharsana Dewi, 13-14, hal 39).
•
•
•Artinya:
Tuhan (Sadasiwa) ialah Sawyaparah (bersenyawa dengan hukum
kemahakuasaannya). Ada Padmasana sebagai singgasananya. Apakah yang
dimaksud dengan Padmasana. Yaitu saktinya, yakni Wibhusakti,
Prabhusakti, Jnanasakti dan Kriyasakti. Itulah yang disebut Cadusakti.
•Cadusakti inilah yang disimbolkan berbentuk teratai, ditengahnya
itulah Singgasana Tuhan (Sadasiwa) pada waktu beliau berwujud,
mantramalah beliau, yakni mantra sebagai badannya, Isana sebagai kepala,
Tatpurusa sebagai muka, Angora sebagai hati, Bamadewa sebagai anggota
rahasia dan Sadyojata sebagai bentuknya. AUM itulah yang menjadi wujud
beliau.
•
•
•Aksara AUM atau OM juga disebut Omkara atau Pranawa yang terdiri
dari gabungan tiga huruf yaitu huruf A, huruf U, dan huruf M. Huruf A,
U, dan M ini ketiganya disebut Tri Aksara, sedangkan Brahma, Wisnu,
Iswara disebut Trimurti. Jika huruf A, U, dan M itu disandikan akan
menjadi OM.
•Pada umumnya sistem penulisan huruf-huruf tersebut dituliskan
bersengau sehingga menjadi Ong Ang Ung Mang. Bentuk-bentuk huruf singkat
seperti ini disebut Wijaksara serta selalu dianggap huruf sakti yang
mengandung kekuatan gaib.
•Menurut sloka di depan mengenai Isana, Tatpurusa, Aghora, Bamadewa,
dan Sadyojata, semua ini disebut Panca Brahma atau Panca Dewata. Sebutan
Panca Brahma atau Panca Dewata berbeda tetapi memiliki arti yang sama,
yakni Iswara (Sadyojata), Brahma (Bamadewa), Mahadewa (Tatpurusa), Wisnu
(Aghora), dan Siwa (Isana).
•
•
•Demikian pula dalam mantra-mantra, masing-masing dari Panca Brahma
atau Panca Dewata itu disertai pula dengan Wijaksaranya sendiri-sendiri
sebagai suatu partikel petunjuk yang sesuai dengan huruf awal dari
istilahnya masing-masing, seperti halnya Sang untuk Sadyojata, Bang
untuk Bamadewa, Tang untuk Tatpurusa, Ang untuk Aghora dan Ing untuk
Isana, serta kelima Wijaksara ini disebut Panca Brahma Wijaksara.
•
•Selain Panca Brahma, terdapat pula mantra-mantra adanya huruf-huruf
seperti Na, Ma, Si, Wa, Ya baik sebagai Wijaksara maupun sebagai bagian
kalimat. Sebagai Wijaksara, maka Na adalah Maheswara sebagai penguasa
kiblat tenggara, Ma adalah Rudra sebagai penguasa kiblat Barat Daya, Si
adalah Sangkara sebagai penguasa kiblat Barat Laut, Wa adalah Sambu
sebagai penguasa kiblat timur laut, dan Ya adalah Siwa sebagai penguasa
tengah (nadir).
•Sebagai bahan kalimat, maka Na, Ma, Si, Wa, Ya berarti penghormatan
dengan Siwa dan kelima huruf tersebut dinamakan Panca Aksara Siwa.
Penggabungan Panca Brahma dengan Panca Aksara Siwa akan menjadi Dasa
Aksara yaitu Sa, Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya dan jika ditambah lagi
dengan OM maka ia akan menjadi Ekadasa Aksara.
•
•
•
•Ekadasa Aksara ini merupakan perwujudan Tuhan (Sadasiwa) sebagai
inti kekuatan gaib dari mantra-mantra. Aksara OM adalah simbolik
perwujudan Tuhan yang merupakan pusat daripada Dasa Aksara.
•Dasa Aksara merupakan personifikasi dari Sakti dan Swabhawa Tuhan
(Sadasiwa) pada waktu beliau mengatur keharmonisan alam semesta beserta
isinya.
•Demikianlah Padamasana dan Mantratma dari Tuhan (Sadasiwa) yang pada
hakikatnya merupakan simbolik yg dianggap mengandung kekuatan gaib dan
di pergunakan dlm bangunan suci, dlm perlengkapan upakara dan dalam
mantra-mantra.
•
•
Siwatma Tattwa
Siwatma adalah Cetana yang lebih banyak dipengaruhi oleh maya jika
dibandingkan dengan Sadasiwa dimana kesadarannya telah mulai kena
Awidya. Pada Sadasiwa, unsur maya yang mempengaruhinya itu hanya berupa
sifat-sifat kemahakuasaannya saja, sedangkan unsur kesadarannya masih
tetap dpt menguasai unsur maya itu. Sedangkan dalam Siwatma sifat
ke-Mahakuasaan itu sudah berkurang dan mulai cenderung terpengaruh oleh
unsur maya. Oleh karena itulah Siwatma-Tattwa juga dinamakan Mayasira
Tattwa. Jika dilihat dari besar kecilnya pengaruh maya, maka Siwatma
berada di bawah Sadasiwa.
•
•
•
•I sor nikang sadasiwa tattwa mayasira tattwa ngaranya, unggwan
sanghyang astawidnyansana, ananta suksma, siwatama, ekarudra, ekanetra,
trimurti, srikantha, srikhandi, Sanghyang Ananta sira kinon Bhatara
umyapaka ikang bhuwana lawan jadat, api tuwi manglepasaken atma wyapara
waneh, yapwan huwus wyapara pakon bhatara, irika ta yan mokta sanghyang
ananta, sanghyang suksma gumanti ananta, siwatama gumanti suksma,
ekarudra gumanti siwatama, ekanetra gumanti ekarudra, trimurti gumanti
ekanetra, srikantha gumanti trimurti, srikhandi gumanti srikantha. Nahan
yang mayasira tattwa ngaranya. (Sudarshana Dewi, 14 hal 39-40).
•
•
Artinya:
•Dibawah Saddsiwa Tattwa Mayasira Tattwa namanya, tempat Sanghyang
Astawidyasana (delapan tempat pengetahuan), yaitu Ananta, Suksma,
Siwatama, Ekarudra, Ekanetra, Trimurti, Srikantha, Sikhandi. Sanghyang
Ananta dititahkan oleh Tuhan untuk meresapi alam dan dunia, dan juga
untuk membebaskan atman yang sengsara, jika telah selesai menikmati
penderitaan sesuai dengan perintah Tuhan. Pada saat itulah Sanghyang
Ananta kembali, Sanghyang Suksma menggantikan Ananta (selanjutnya)
Siwatama menggantikan Suksma, Ekarudra menggantikan Siwatama, Ekanetra
menggantikan Ekarudra, Trimurti menggantikan Ekanetra, Srikantha
menggantikan Trimurti, Sikhandi menggantikan Srikhanta. Itulah yang
disebut Mayasira Tattwa.
•
•
•Dengan memperhatikan sloka di atas maka dapat dikemukakan bahwa Siwatma sudah kena Wyapara atau noda dari unsur maya.
•Berdasarkan atas adanya Wyapara atau noda itu maka Siwatma memiliki
delapan tingkatan yang disebut Astawidyasana (delapan tingkat
pengetahuan). Kedelapan tingkat pengetahuan itu secara berturut-turut
dari tingkat yang terendah sampai dengan tingkat yang tertinggi yaitu
Ananta, Suksma, Siwatama, Ekarudra, Ekanetra, Trimurti, Srikantha, dan
Sikhandi.
•Demikianlah tingkat-tingkat pengetahuan dari Siwatma yang
berhubungan dengan besar kecilnya Wyapara atau noda yang ditimbulkan
akibat adanya pertemuan dengan unsur maya.
•
•
•Jika pengaruh maya itu telah besar terhadap Siwatma, maka sifatnya
menjadi Awidya serta hilang kesadaran nya yang murni. Kemudian dari
Siwatman yang telah dikenai Awidya ini memecah diri menjadi atman yang
berjumlah banyak. Atman adalah bagian dari Siwatman yang menjadi jiwa
setiap makhluk dan jumlahnya sangat banyak tak terhitung.
•Mari pweka siwa tattwa sarwajna sarwakarya karta, ya ta sinangguh
atma ngaranya, cetana lengeng lengeng ngaranya, yata matangyan sesok
tang maya tattwa, kadyangganing umahning tawwan, ikang atma yangken
anakning tawwan, adnomukha tumungkul. Ngaranya mulat i sor juga tikang
atma, tan weruh irikang tattwa i ruhurnya (Sudarsana Dewi, 14 hal 40).
•
•
Artinya :
•Jika Siwatattwa itu tidak lagi mahatahu dan mahakarya maka disebut
atma yaitu cetana yang telah kena lupa. Banyaklah adanya atma itu,
sehingga terpenuhi olehnya mayatattwa, seperti sarang lebah yang
tersusun bertingkat-tingkat. Mayatattwa itu seumpama sarangnya lebah,
doyan merunduk, selalu menghadap kebawah dan tidak mengetahui tentang
keadaan di atasnya.
•
•
•Walaupun atman itu merupakan bagian dari Tuhan, namun ia tidak
menyadari asalnya, karena diakibatkan oleh belenggu Awidya. Seperti yang
telah disebutkan di depan bahwa dalam Cetana ada tiga wujud yang
disebut Paramasiwa yaitu Tuhan dalam keadaan Nirgunam atau disebut pula
dengan istilah Impersonal God without attributes dan Sadasiwa yaitu
Tuhan dalam keadaan Sagunam atau disebut pula dengan istilah personal
God with attributes, sedangkan Siwatma yaitu Tuhan sebagai jiwa semua
makhluk atau disebut pula dengan istilah Personal God as individual
soul.
•
•
Pandangan Umum
•Kata maya berarti semu dan istilah Tattwa dalam hubungan ini berarti
filsafat. Maya Tattwa berarti filsafat tentang segala sesuatu yang
bersifat semu. Maya adalah segala sesuatu yang bersifat tidak kekal dan
selalu mengalami perubahan.
•Alam semesta beserta isinya adalah bersifat maya, maka itu selalu
mengalami perubahan. Misalnya dalam hidup ini kita selalu mengalami
siang dan malam, panas dan dingin, hidup dan mati, susah senang. Hanya
Tuhanlah yang bersifat abadi, selain daripada itu, semuanya bersifat
maya. Dalam Wrhaspati Tattwa dikatakan bahwa Cetana bersifat kekal dan
Acetana bersifat maya.
•
•Tentang asal usul adanya Cetana dan Acetana atau Maya Tattwa itu
menurut Wrnaspati Tattwa tidak akan dijelaskan dengan pasti. Hal ini
kita jumpai pula dalam filsafat Samkhya mengenai asal mula Purusa dan
Prakerti yang tidak disebutkan dari mana asalnya. Purusa dan Prakerti
menurut Samkhya dianggap sudah ada dengan sendirinya tanpa ada yang
menciptakan nya, demikian pula halnya dengan Cetana dan Acetana atau
Maya Tattwa dalam Wrhaspati Tattwa sudah ada dengan sendirinya tanpa ada
penciptaan. Sedangkan dalam sistem filsafat yoga, purusa dan prakerti
dinyatakan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
•Maya Tattwa itulah yang menyebabkan semua mahluk menjadi Awidya dan
selalu mengalami Punarbhawa. Disamping itu maya juga merupakan Sadhana
atau alat bagi orang beriman untuk mencapai kelepasan atau moksa.
•
•
Maya Tattwa atau Acetana dalam Wrhaspati Tattwa sama dengan
Prakerti dalam ajaran Samkhya Yoga atau juga sama dengan Pradana dalam
lontar lontar. Prakertinya Samkhya tidak tergantung kepada sesuatu dan
ada dengan sendirinya, sedangkan Prakertinya Samkhya dan Yoga tergantung
kepada Tuhan dan berasal dari padanya. Tuhanlah yang menjadi asal mula
dari segala sesuatu dan tidak ada sesuatu yang lebih tinggi dari
padanya. Sehubungan dengan itu perhatikanlah sloka berikut:
Etadyonini bhutani sarwaniti upadharaya, Aham krtanasya jagatah prabhawah pralayas tatha. (BG, I, 6-7, hal 125- 126).
•
Artinya:
Ketahuilah bahwa semua makhluk ini asal kelahirannya di alamku ini.
Aku adalah asal mula dari dunia ini dan juga kehancurannya. Tidak ada
sesuatu apapun yang lebih tinggi dari aku, o Arjuna, semua yang ada
dsini adalah terjalin dengan aku sebagai permata terjalin dengan benang
sutra.
•
Dari petikan sloka ini dapat dikemukakan bahwa Tuhanlah yang menjadi
asal mula dari segalanya. Tuhan menyediakan dua elemen pokok yaitu
Purusa dan Prakerti untuk menciptakan alam semesta beserta isinya.
Purusa adalah atma yang memiliki kesadaran dan bersifat kekal abadi.
Purusalah yang menjadi sumber energi kehidupan alam semesta dan menjadi
jiwa semua makhluk. Sedangkan Prakerti adalah sumber material dari alam
semesta dan menjadi tubuh semua makhluk.
•
Hukum Evolusi dari Mayatattwa (Acetana)
•Segala sesuatu di alam semesta ini mengalami masa penciptaan dan
masa pralaya. Masa penciptaan disebut Srsti atau Brahma Diva yaitu siang
harinya Brahman dan masa pralaya adalah Brahman-Nakta yaitu malam
harinya Brahman. Pada waktu penciptaan Acetana mengalami perubahan,
sedangkan pada masa pralaya Acetana tidak mengalami perubahan.
•Perubahan yang terjadi pada Acetana disebabkan oleh kehendak Tuhan
dan dari evolusi itu lahirlah Pradhanatattwa, Trigunatattwa, Antakarana,
Pancabudhiindriya, Panca karmendriya, Pancatanmatra, dan Panca
Mahabhuta. Antahkarana merupakan unsur alam pikiran yang terdiri dari
Budhi, Ahamkara, dan Manas, sedangkan Indriya adalah alat dari
Antahkarana. Panca Tanmatra dan Panca Mahabhuta adalah merupakan unsur
materi yang mewujudkan benda-benda di alam semesta ini.
•
•Evolusi dari unsur alam pikiran dan unsur materi menimbulkan alam
semesta beserta isinya. Proses terjadinya evolusi itu diatur oleh suatu
hukum tertentu yang merupakan komponen dari Prakerti yang disebut Guna.
Guna itu terdiri dari tiga bagian, yaitu : Satwam, Rajas, Tamas.
Karakter dari segala sesuatu yang ada di alam ini ditentukan oleh Tiga
Guna tersebut. Maka itulah kita jumpai adanya sifat makhluk yang
berbeda-beda di dunia ini, yang semua itu ditentukan oleh banyak
sedikitnya pengaruh tiga guna tersebut. Hal ini dapat kita lihat pada
manusia dalam kehidupan sehari-harinya, ada yang bersifat tenang,
gelisah, acuh tak acuh dan malas.
•Karena dunia ini terbentuk dari Triguna, maka dalam dunia inipun
kita saksikan selalu ada pertentangan dan kerjasama dalam kesatuan.
Ketiga Guna itu selalu bekerjasama dalam masa penciptaan dan berpisah
pada waktu Pralaya, sehingga mereka ada dalam keadaannya semula.
•
•
Selanjutnya akan diuraikan mengenai unsur alam pikiran, indriya, dan unsur materi:
1. Budhi
Kata Budhi adalah istilah noun feminine dalam bahasa Sansekerta yang
berarti kecerdasan, pengertian, pemikiran, pengetahuan, dan
kebijaksanaan. Kata Budhi berasal dari akar kata kerja Budh (kelas IV
intransitif) dengan makna, mengetahui, berpikir, memahami. Budhi
merupakan alam pikiran yang tertinggi pada diri manusia yang berfungsi
untuk mengklasifikasi dan menentukan segala keputusan. Budhi bersifat
Sattwam, maka itu segala yang diputuskan akan bersifat baik dan
bijaksana. Untuk dapat selalu memiliki pikiran yang baik dan kebijakan
hendaklah seseorang meningkatkan nilai kesucian dari Budhi, sebab Budhi
merupakan sumber moral yang baik. Seseorang yang selalu bertindak atas
keputusan Budhiya itulah orang yang bijaksana.
•
•
2. Ahamkara, manas, dan indriya
•Dalam perkembangan selanjutnya dari Budhi muncullah Ahamkara yakni
bagian dari alam pikiran yang merupakan alat untuk dapat merasakan
berpikir dan berbuat. Menurut sifat dan fungsinya, Ahamkara dapat
digolongkan menjadi tiga bagian yaitu:
•Ahamkara-Waikerta adalah bagian dari alam pikiran yang bersifat
Sattwam dan merupakan asal mula dari Manas dan Indriya. Fungsinya adalah
untuk berpikir dan merasakan sesuatu.
•Ahamkara-Taijasa yakni bagian dari alam pikiran yang bersifat Rajas
dan berfungsi untuk membantu Ahamkara Waikerta dan Ahamkara Bhutadi.
•Ahamkara Bhutadi adalah bagian dari alam pikiran yang bersifat Tamas
dan berfungsi untuk menumbuh kembang kan unsur-unsur jasmani yang
terdiri dari Panca Tanmatra dan Panca Mahabhuta.
•
•
Untuk mengetahui hubungan antara Budhi, Ahamkara, Manas, dan Indriya perhatikan sloka berikut:
•Sangka ring budhi metu tan ahamkara, telu prakaranya, lwirnya:
satwika, rajaka, tamasa. Nahan bhedanya, si waikerta yeka satwika, si
taijasa yeka rajah, si bhutadi yeka tamah. Sangka ring ahamkara si
waikerta metu tan manah lawan dasendriya, lwirya : srota, twak, caksu,
jihwa, ghrana, wak, pani, pada, payu, upasta. Sangka ring ahamkara si
bhutadi metu tan panca tan matra. Ikang ahamkara si taijasa yeka umilu
mametwaken karyan ikang ahamkara si waikerta lawan sibhutadi, apan maka
swabhawa mangulah aken. (sudarshana Devi, 33, hal 48-49).
•
•
Artinya:
Dari budhi timbullah Ahamkara, ada tiga macam yaitu Satwika, Rajasa,
dan Tamasa. Bedanya ialah Ahamkara si Waikerta bersifat Satwika,
Ahamkara si Taijasa bersifat Rajas dan Ahamkara si Bhutadi bersifat
Tamah.
Dari Ahamkara si Waikerta timbullah Manas dan Dasendriya, yakni
Srotendriya, Twak indriya, Caksuindriya, Jihwendriya, Panindriya,
Padendriya, Payuindriya, dan Upastendriya. Dari Ahamkara si Bhutadi
timbullah Panca Tan Matra. Sedangkan Ahamkara si Taijassa itu membantu
aktivitas Ahamkara si Waikerta dan si Bhutadi tersebut karena bersifat
dinamis.
•
Indriya membantu Antahkarana untuk mengetahui dunia luar, apa yang
disadap oleh indriya disampaikan kepada Manas, Ahamkara dan kemudian
diolah oleh Budhi. Indriya dalam tubuh manusia berjumlah sepuluh yang
disebut Daseindriya, yang terdiri dari Panca Budhi Indriya, dan Panca
Karmendriya.
Panca Budhi Indriya terdiri dari Srotendriya ialah indria pendengar
yaitu telinga, Twakindriya ialah indria peraba yaitu kulit, Caksuindriya
ialah indriya pelihat yaitu mata, Jihwendriya ialah indriya pengecap
yaitu lidah dan Granendriya ialah indriya pencium yaitu hidung.
Sedangkan yang termasuk dalam Panca Karmendriya adalah Wakindriya
ialah indriya bicara yaitu mulut, Panindriya ialah indriya berbuat yaitu
tangan, Padendriya ialah indriya bertindak atau berjalan yaitu kaki,
Payuindriya ialah indriya buang kotoran yaitu anus/dubur dan
Upastendriya/ Bagendriya ialah indriya seksual laki atau perempuan.
•
•
•Pada umumnya indriya-indriya itu bersifat ingin mencapai kepuasan.
Adapun sumber kepuasan indriya itu dinamakan Wisaya dan berasal dari
alam lingkungan sekitarnya, obyeknya ada yang berwujud nyata dan
abstrak. Obyek-obyek indriya atau Wisaya itu mula-mula memberi
perangsang kepada alat-alat indriya kemudian indriya menyampaikan
kepada Manas, Ahamkara dan akhirnya diolah dan diberi keputusan Budhi.
•Setelah mendapat keputusan dari Budhi maka keputusan itu dikirim
kembali melalui Ahamkara, Manas, dan Indriya, sehingga Indriya dapat
menikmati nilai daripada Wisaya atau obyek itu sebagaimana mestinya.
Proses ini berlangsung dengan sangat cepat sekali, tetapi ada kalanya
lambat yang semua ini tergantung daripada jenis tanggapan dan pengamatan
masing-masing.
•
•
•Dalam mengambil dan merealisasikan putusan itu, yang memegang
peranan penting adalah Budhi, Ahamkara dan Manas, tetapi tidak terlepas
dari pengaruh tiga Guna yaitu Sattwam, Rajas, Tamas. Pengaruh tiga Guna
inilah yang menyebabkan adanya perbedaan kualitas penilaian tentang
sesuatu dari setiap orang.
•Demikianlah adanya unsur alam pikiran selanjutnya akan diuraikan tentang unsur materi.
•Perubahan yang terjadi pada Acetana disebabkan oleh kehendak Tuhan.
Dari evolusi Acetana itu muncullah unsur alam pikiran dan unsur materi.
Unsur materi terdiri dari Panca Tan Matra dan Panca Mahabhuta.
•Yang disebut Panca Tan Matra adalah benih dari Panca Maha Bhuta.
Mengenai Panca Tan Matra itu dalam Wrhaspato Tattwa disebutkan:
•
•
Aparan sinangguh panca tanmatra ngaranya, nyapan tahankwa linganta,
nahan yang sabda, sparsa, rupa, rasa, gandha, wyaktinya,
tutupanatalingan ta, hana sabda karango, yeka sabda tanmatra ngaranya.
Hanata hangin maderes lit-lit nikang rumesep ing kulit kahidepannya,
yeka sparsa tan matra ngaranya. Hana ta sandhyawela ngaranya, huwus
sumurup Sanghyang Aditya, hanata tejanira kawekas, lit-litnikang teja
katon, yeka rupa tanmatra ngaranya. Rasa tanmatra ngaranya, ikang
pinangan mapahit mamanis kunang, litlitikang rasa rinasan kawekas ing
lidah tan wawang hilang, hana sesanya kari, yeka rasa tanmatra ngaranya.
Gandha tan matra ngaranya, hana ta candana tinunu, litlitning gandhanya
inambung, yeka gandha tan matra ngaranya. Samangkana panca tanmatra
ngaranya. (Sudarshana Devi, 33 hal 49).
•
•
Artinya:
•Yang manakah dimaksud degan Panca Tan Matra, berhubung hendak
kujelaskan, perhatikanlah yaitu Sabda, Sparsa, Rupa, Rasa dan Gandha.
Tegasnya tutuplah telingamu, ada suara terdengar, bekas-bekasnya suara
yang terdengar itulah Sabda Tan Matra namanya. Ada angin deras,
bekas-bekas rasanya yang meresap pada kulit itulah yang disebut Sparsa
Tan Matra. Ada yang disebut senja kala, yakni setelah terbenamnya
matahari, masih ada sinar yang berbekas, bekas bekas sinar yang nampak
itulah rupa tan matra namanya. Rasa Tan Matra ialah sesuatu yang dimakan
pahit atau manis, bekas-bekasnya rasa Tan Matra. Gandha Tan Matra
maksudnya, adalah kayu cendana terbakar, bekas-bekas baunya yang
tercium, itulah yang bernama Gandha Tan Matra. Demikianlah yang disebut
Gandha Tan Matra.
•
•
Walaupun Panca Tan Matra itu sangat halus, tetapi karena adanya
perubahan yang terus-menerus akhirnya Panca Tan Matra menjadi Paramanu
atau Atoom. Paramanu atau Atoom dari Panca Tan Matra itu terus mengalami
evolusi, maka makin lama makin bertambah besar dan akhirnya disebut
Panca Maha Bhuta. Panca Maha Bhuta terdiri dari Pertiwi, Apah, Teja,
Wayu dan Akasa. Untuk lebih jelasnya perhatikanlah sloka berikut:
“Sangkeng panca tanmatra metu tang panca mahabhuta. Akasa metu
sangkang sabda tanmatra, wayu metu sangkeng sparsa tanmatra, teja metu
sangkeng rupa tanmatra, apah metu sangkeng rasa tan matra, pertiwi metu
sangkeng gandha tanmatra. Nahan tang panca mahabhuta. (Sudarshana Devi,
33 hal. 49).
•
•
Artinya:
•Dari Panca Tan Matra timbullah Panca Mahabhuta. Akasa timbul dari
Sabda Tan Matra, Wayu keluar dari Sparsa Tan Matra, Teja muncul dari
Rupa Tan Matra, Apah lahir dari Rasa Tan Matra, Pertiwi timbul dari
Gandha Tan Matra. Itulah yang disebut Panca Maha Bhuta.
•Unsur-unsur Panca Maha Bhuta ini terus berevolusi serta berkumpul
dan semakin besar, dimana akhirnya unsur Pertiwi menjadi bumi, unsur
Apah menjadi sat cair, unsur Teja menjadi matahari, bulan bintang dan
planet, dan unsur Akasa menjadi eter. Semua ini memiliki gaya tarik
menarik satu dengan yang lainnya.
•
Untuk lebih jelasnya perhatikanlah sloka berikut:
Ikang pertiwi, apah, teja, wayu, akasa, ya ta ginawe bhuwana de
bhatara, ardha ruhur suminduhur, matumpang-tumpangan lakasananya.
(Ganapati Tattwa, lampiran 10).
Artinya:
Adapun Pertiwi, Apah, Teja, Wayu, dan Akasa itulah yang dijadikan
alam semesta oleh Tuhan, berbagian atas mengatasi, bagaikan bersusun
susun keadaannya.
Berkat kemahakuasaan Tuhan, maka proses evolusi terjadinya alam
semesta beserta isinya berlangsung dengan sangat harmonisnya. Panca Maha
Bhuta bukan saja mewujudkan terbentuknya alam semesta, tetapi juga
tubuh manusia yang disebut mikro kosmos yang pada hakikatnya memiliki
asal usul yang sama.
•
•
Mikro Kosmos (Bhuwana Alit)
•Pada tubuh manusia ada indriya yang berjumlah sepuluh yang disebut
Dasendriya. Kesepuluh indriya itu ada kaitannya dengan atman yang
menempati tubuh kita. Untuk lebih jelasnya perhatikan sloka berikut:
•Srotendriya munggwing talinga, pinaka karananing atma pangrengo sabda panekannya.
•Ikang twakendriya munggwing kulit, pinaka karananing atman panghidep panas-tis panekannya.
•Ikang caksuindriya munggwing mata, pinaka karananing atman panon
rupa warna panekanya. Ikang jihwendriya munggwing ilat, pinaka
karananing atman pangrasa sad rasa.
•
Ikang ghranendriya munggwing hirung, pinaka karananing atman pangambung gandabo awangi.
Ikang wagindriya munggwing tutuk, pinaka karananing atman pasabda pakenanya.
Ikang padendriya munggwing suku, yeka pinaka karananing atman lumaku pakenanya.
Ikang payunindriya munggwing silit, pinaka karananing atman pangising
angentut pakenanya. Ikang upasthendriya munggwing purusbhaga, pinaka
karananing atman pangeyeh mwang ametwaken sukla swanita pakenanya. Nahan
ta kramananing dasendriya haneng sarira. (Sudarshana Devi, 33 hal 50).
•
•
•
•
Artinya:
•Srotendriya terdapat pada telinga, yang menyebab kan atman bisa mendengar suara olehnya.
•Twakindriya terletak pada kulit, yang menyebabkan atman dapat merasakan panas dingin olehnya.
•Caksuindriya terdapat pada mata, yang menyebab kan atman dapat melihat bentuk dan warna oleh nya.
•Jihwendriya terletak pada lidah, yang menyebabkan atman dapat mengecap macam-macam rasa.
•Granendriya terdapat pada hidung, yang menyebab kan atman bisa mencium bau yang busuk dan harum.
•Wakindriya berada pada mulut, yang menyebabkan atman dapat berbicara olehnya.
•
•
•Panindriya terletak di tangan, oleh karenanya atman itu bisa
berpegangan akibatnya. Padendriya berada di kaki, maka dari itu atman
dapat berjalan olehnya.
•Payuindriya terletak pada dubur, yang menyebabkan atman bisa membuang kotoran dan kentut akibatnya.
•Upasthendriya terdapat pada alat kelamin laki dan perempuan, oleh
karena itu atman dapat membuang air seni dan mengeluarkan benih
keturunan akibatnya. Demikianlah halnya Dasendriya dalam tubuh.
Kesepuluh indriya itu berpusat pada Manas, karena manaslah indriya itu
dapat menikmati Wisaya atau kepuasannya.
•Selain indriya dalam tubuh itu terdapat pula sepuluh macam pembuluh
yang disebut nadi. Diantara sepuluh nadi itu yang terpenting di
antaranya ada tiga macam, yaitu Ida, Pinggala, dan Susumna yang terdapat
pada tulang punggung dan erat sekali hubungannya dengan Sapta Cakra.
•
•
•
•
Yang disebut dengan Sapta Cakra itu yaitu tujuh simpul syaraf yang
merupakan tempat naik turunnya Kundalini. Adapun bagian dari Sapta
Cakra itu adalah Muladhara, Swadhistana, Manipura, Anahata, Wisudha,
Ajna dan Sahasra Cakra.
•Muladhara Cakra terletak pada tulang punggung di antara dubur dan
kelamin. Disinilah pusatnya nadi dan tempatnya Kundalini. Swasdhistana
Cakra tempatnya di tulang punggung di antara pusar dan kelamin. Manipura
Cakra terletak pada tulang punggung sejajar dengan pusar, dan Anahata
Cakra terletak pada tulang punggung sejajar dengan jantung. Wisudha
Cakra terdapat pada tulang punggung dan sejajar dengan kerongkongan.
Ajna Cakra terdapat pada tulang punggung yang sejajar dengan kening.
Sedangkan Sahasra Cakra tempatnya di ubun-ubun atau Siwadwara dan Cakra
ini sering disebut Siwastana.
•
•
•Demikianlah tempat Kundalini pada tubuh manusia. Jika Kundalini itu
sudah hidup, maka ia akan bergerak ke atas dari tempat tidurnya di
Muladhara dan melalui cakra-cakra yang lainnya, sehingga sampai pada
cakra yang terakhir di Siwadwara yaitu Sahasra Cakra maka ia telah
mencapai tingkat Yogi yang tertinggi dan dapat menikmati faedah
ketenangan Samadhi dan dapat hidup selama ia inginkan.
•Untuk dapat menghidupkan Kundalini yang menjadi sumbernya kekuatan
batin dan Brahman itu. Maka orang harus tekun melatih Pranayama yaitu
pengendalian prana dengan jalan mengatur nafas dan samadhi. Prana adalah
tenaga hidup jamani yang erat sekali hubungannya dengan ketiga nadi
sebagai yang tersebut di atas.
•Dengan melakukan latihan Pranayaman dan samadhi secara tekun maka
isa, pinggala, dan susumna menjadi aktif untuk menggerakkan kundalini,
karena ketiga nadi itu merupakan alat untuk membangunkan kundalini.
Demikianlah hubungan antara prana, nadi, dan sapta cakra itu dalam tubuh
manusia, yang merupakan sarana untuk meningkatkan hidup kebatinan dan
keilahian.
•
•
Dasa Prana (Wayu)
•Selain indriya dan nadi dalam tubuh manusia terdapat pula Prana,
yaitu tenaga hidup material yang muncul dari atman. Prana yang disebut
dengan Wayu yang menurut fungsinya dapat digolongkan menjadi sepuluh
macam yang disebut Dasa-Prana atau Dasa Wayu. Kesepuluh Prana itu adalah
Prana, Apana, Samana, Udana, Wyana, Naga, Kurmara, Krkara, Dewa Datta
dan Dhananjaya. Untuk lebih jelasnya perhatikan sloka berikut:
•Dasa pranawa atah, pradhana nadyah samsmrtah, paranopanah samanasca
udhano wyana ewa ca. Nagah kurmo tha krkaro dewa datta dhananjayah, dasa
pranah samakhyatan siwena paribhasitah. (Sudarshana Devi, 39-40, hal
54).
•
•
Artinya:
•Ketahuilah bahwa kesepuluh nadi yang besar itu adalah merupakan
tempatnya dasaprana yang diajarkan oleh Tuhan, yaitu Prana, Apana,
Samana, Udana, Wyana, Naga, Kurmara, Krkara, Dewadatta dan Dhananjaya.
•Dasa Prana itu erat sekali hubungannya dengan nadi yang terdapat
diseluruh tubuh dan masing-masing memiliki fungsinya sendiri-sendiri
untuk menggerakkan organ tubuh.
•Prana terletak pada hidung dan mulut serta merupakan sumber
penggerak semua prana yang lainnya. Prana berfungsi untuk menggerakkan
alat pernafasan dan alat yang terdapat pada mulut.
•Apana tempatnya pada dubur dan alat kelamin, fungsinya adalah untuk
mengatur pembenihan guna mengadakan keturunan dan untuk membuang
kotoran.
•
•
•Samana, bertempat pada hati dan berfungsi untuk meng klasifikasikan sari-sari makanan dan minuman serta bekas-bekas penciuman.
•Udana, terletak pada kepala fungsinya untuk menggerakkan dahi, kelopak mata dan menumbuhkan rambut.
•Wyana, terdapat pada seluruh persendian dan fungsinya untuk menggerakkan semua persendian.
•Naga, yaitu tenaga yang gunanya untuk bergulat atau membelit.
•Kurmara, adalah tenaga yang gunanya untuk menggerakkan badan.
•Krkara, adalah yang berfungsi untuk mengeluarkan bersin.
•Dewadatta, yaitu tenaga yang fungsinya untuk menguap.
•Dhananjaya, adalah tenaga yang berfungsi menciptakan suara, tenaga
ini akan menetap pada mayat semua makhluk bila makhluk itu telah mati.
•
Pancakosa (lima selubung jiwa).
•Disamping prana ada lagi yang disebut pancakosa dalam tubuh manusia,
yaitu lima macam selubung jiwa. Kelima kosa itu adalah anna-maya-kosa,
prana-maya-kosa, mano-maya-kosa, wijnana-maya-kosa, dan
ananda-maya-kosa. Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai
pancakosa tersebut, ikutilah uraian berikut.
•Anna-maya-kosa, adalah badan kasar yang juga disebut lapisan makanan
yang terdiri dari unsur-unsur tanah, air, api yang ketiganya itu berada
di cakra-cakra yang terbawah, yaitu muladhara, swadhistana dan manipura
cakra.
•Prana-maya-kosa adalah lapisan yang kedua atau lapisan nafas/prana
yang memanifestasikan dirinya di udara dan di dalam ruang (eter) dan
unsur-unsurnya terletak di anahata dan wisudha cakra.
•
•
•Dua kosa berikutnya yaitu mano-maya-kosa dan wijnana-maya-kosa,
kedua kosa ini membentuk antah-karana yang terdiri dari budhi, ahamkara,
dan manas. Mano-maya-kosa merupakan unsur-unsur pembungkus yang berasal
dari gabungan bekas-bekasnya alam pikiran. Sedangkan wijana-maya-kosa
adalah unsur-unsur pembungkus yang berasal dari kumpulan bekas-bekasnya
ilmu pengetahuan dan pengalaman biasa.
•Anandamaya-kosa yaitu unsur-unsur pembungkus yang berasal dari
himpunan bekas-bekasnya laksana dharma yang tinggi yang juga disebut
dengan badan bahagia. Ketiga kosa ini ada pada cakra-cakra yang lebih di
atas daripada cakra-cakra yang tersebut di atas.
•
•ATMA TATTVA
Sifat-Sifat Atma
•Kata atma adalah istilah noun feminine dlm bhs Sansekerta yg berarti
jiwa atau roh. Dgn demikian atma-tattwa berarti filsafat yang
membicarakan perihal mengenai keadaan jiwa atau roh.
•Dalam kitab suci Hindu dinyatakan bahwa atma adalah bagian dari
Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dapat kita lihat dalam kitab Upanisad yang
menyatakan bahwa “Brahma atma aikyam” yang artinya Brahman dan atman
adalah tunggal. Atma diumpamakan sebagai setitik embun yang berasal dari
penguapan air laut, karena adanya pengaruh suatu temperatur tertentu
kemudian embun itu terpencar ke seluruh alam semesta.
•Demikian keadaan atma yang mula-mula berasal dari Brahman, kemudian
terpencar memasuki serta memberi energi hidup pada jasmani dari semua
makhluk. Atma juga disebut Siwatma atau Jiwatma, yaitu roh yang berasal
dari Tuhan dalam fungsi memberi tenaga hidup kepada alam semesta beserta
isinya.
•
•
•Oleh karena atma itu merupakan bagian dari Tuhan, maka sifat aslinya
pun adalah gaib, tidak mengenal kelahiran, kematian dan kekal abadi.
Selanjutnya perhatikanlah sloka berikut:
•“na jayate mriyate va radacinnayam bhutva bhavita va na bhuyah, ajo nityah sasawatoyam purano na hanyate hanyamane sarira.
(Bhagawad Gita, II, hal 30-31).
Artinya:
•Roh tidak pernah dilahirkan dan juga tidak pernah binasa, ataupun
tidak pernah ada karena dilahirkan. Ia adalah kekal dan tetap ada
serta pernah terbunuh meskipun badan jasmani terbunuh atau hancur.
•Demikianlah mengenai sifat kegaiban atma yang pada hakikatnya adalah
suci murni. Karena hubungannya dengan maya, maka atma mengalami awidya.
•
•
Hubungan Atma Dengan Maya-Tattwa (Acetana)
•Setelah atma bersenyawa dengan maya tattwa atau acetana tattwa, maka
ia menjadi linglung karena ter pengaruh oleh sifat-sifat kemayaan itu,
maka atma menjadi awidya yaitu tidak menyadari sifat-sifat aslinya.
•Akibat pengaruh maya menyebabkan atma menjadi semakin jauh dari
sumbernya yaitu Tuhan, akhirnya atma mengalami suka dan duka dalam
hidupnya di bumi dan juga di akhirat. Dalam Sudarshana Devi sloka 47,
hal 57 dinyatakan:
Ikang pradhana tattwa yeka acetana maka swabha wang lupa, wyapaka
pwekang atma ring pradhana tattwa, alupa ta ya, apan pradhana gumawe
lupa ring atma
•
•
Artinya:
Pradhana itu adalah acetana atau maya yang bersifat lupa atau
awidya. Jika atma bersenyawa dengan unsur-unsur maya itu, maka lupalah
ia, sebab unsur-unsur maya itulah yang membuat atma itu menjadi awidya.
Bandingkan pula sloka di atas dengan sloka di bawah ini:
Prusah prakrtistho hi bhunkte prakrti jan gunan,
Karanam guna sangosya sada sadyoni janmasu.
(Swami Vireswarananda, hal 384).
Artinya:
Oleh karena Purusa (Atma) berada dalam Prakerti (Maya), maka ia
mengalami segala objektivitas dari triguna yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur Maya itu. Dengan adanya ikatan daripada objektivitasnya
triguna itulah yang menjadi sebab kelahirannya dalam keadaan suka dan
duka.
•
•
Dalam hubungannya dengan maya, maka atma dapat dikatakan
seolah-olah terhukum dan dalam menjalankan hukuman itu ia memiliki
beberapa fungsi antara lain sebagai berikut:
•Sebagai sumber hidup dari alam pikiran (citta) dan badan jasmani semua makhluk.
•Bertanggung jawab terhadap perbuatan semua makhluk.
•Menjadi tenaga hidup dari badan halus semua makhluk.
Kaitan fungsi di atas satu dengan lainnya sangat erta sekali sebab
fungsi yang satu sering menjadi akibat dari fungsi yang lainnya atau
sebaliknya. Oleh karena demikian halnya, maka kedudukan atma dalam
hubungannya dengan setiap makhluk adalah sangat penting, karena tanpa
atma makhluk itu tidak akan dapat hidup dan atma tetap bertanggung jawab
terhadap perbuatan semua makhluk.
•
•
Hubungan atma dengan unsur alam pikran dan badan jasmani sangat erat
dan tidak dapat dipisahkan. Dlm Wrhaspati-tattwa dinyatakan:
Ikang sarira yata kaharan kadhatwan, ikanang tryantah-karana ngaranya
ikang budhi, manah, ahamkara yata kaharan senapatya, ikang indriya ya
ta kaharan punpunanya lawan katika, ikang wisaya sabdadi ngaranya, ikang
sabda, sparsa, rupa, rasa, gandha, yekangken bhoga pinangan ininum
sadakala, sanghyang Atma sirangken ratwa, mamukti ika kabeh. Jenek pwa
sanghyang Atma mabhoga-bhoga ngkana ring sarira, yata matangyan tar
weruh ri awak nira, tan matuturi jatinira. Nimittanya nihan,
inget-ingeten temen-temen, ia weruhaning atmeriya mangde yan pamuharang
sukaning sarira, yata matangyan hanamrih mabawah-bawah, hana
sawan-sawan, magaga, mapande, hundagi, asing atah saprakaraning
mangdadya kena suka, ya ta ginawenya helem-helem, tapwan ketemu ikang
suka, ya ta hetunya kasakitan, nghel ning maikul-mikul, manglangdak,
manghudan, kapwa yan malapa, welekang, panastis, ndoyan, dadyaning suka
pawehnya, irikag dasendriya, padhanya kadyangganing katik tunggal, ngka
tan angga tan lakwakena pakonkonya sowang-sowang, matangyan sangsarekang
katik tunggal. (Sudarshana Devi, 35, hal 52-53).
•
•
Artinya:
•Adapun badan itu bagaikan istana, tri antah karana ; budhi, manas,
ahamkara itu adalah bagaikan senapati, indriya itu seumpama pelayan,
segala objek kepuasan indriya itu adalah bagaikan sabda-perintah; suara,
rabaan, bentuk, rasa dan ciuman adalah ibarat bhoga atau kepuasan yg
dimakan dan diminum setiap hari. Dan atma sendiri ibarat raja, yang
menikmati itu semuanya. Jika atma tekun berfoya-foya menikmati kepuasan
di dalam badan, itulah yang menyebabkan ia lupa akan dirinya serta tidak
menyadari lagi sifat aslinya.
•Oleh karena itu, sadarilah baik-baik untuk mengetahui atma yg begitu
hanya utk memuaskan kenikmatan hidup jasmani saja. Faktor itulah yg
menyebabkan ada orang yg senang bersolek, ada yg senang bekerja di
sawah, di kebun, menjadi pande besi dan menjadi tukang. Pokoknya, apa
saja yg menyebabkan senang itulah yang dikerjakan selalu.
•Bila kesenangan itu blm tercapai, maka ia rela menjadi susah, tahan
memikul berat, rela hujan-hujanan, kelaparan, kehausan, kepanasan dan
kedinginan, tujuannya selalu hendak dapat menikmati kepuasan daripada
kesepuluh hawa nafsunya. Sama halnya dengan seorang budak yang tidak
bisa melaksanakan perintahnya satu persatu, maka sengsaralah pelayan
itu.
•
•
•Dalam melangsungkan masa hidupnya, manusia senantiasa melakukan
bermacam-macam gerak dan aktivitasnya. Semua ini dilakukan untuk
memenuhi segala kebutuhan hidupnya secara lahiriah dan baitiniah. Dalam
melakukan gerak dan aktivitas ini manusia selalu ditarik oleh
kecenderungan-kecenderungan untuk berbuat baik dan buruk. Akibat
perbuatan baik dan buruk itulah kemudian menimbulkan karma wasana yang
mempengaruhi suka dukanya kehidupan manusia di dunia ini dan sesudahnya.
•Pada dasarnya manusia itu memiliki kehendak yang baik untuk mencapai
suatu tujuan karena adanya keserakahan, egoisme, ingin mengatasi yang
lain, merasa diri super dan sejenisnya yg mengakibatkan manusia lupa
akan kesejatian dirinya dan akhirnya berbuat buruk. Perbuatan yang buruk
jelaslah melanggar norma-norma yang ada sehingga menyebabkan seseorang
mengalami penderitaan dalam hidup ini.
•
•
•Selama manusia hidup di dunia ini, selama itu pula ia melakukan
karma. Pahala dari karma yang dilakukan pada masa hidupnya itu, semuanya
akan dinikmati tanpa kecualinya. Adapun waktu menikmati pahala dari
karma itu dalam ajaran agama Hindu dibagi menjadi tiga macam yaitu
sancita, pradabda, dan kriyamana.
oSancita adalah pahala pahala perbuatan yang belum habis dinikmati
pada masa hidup yang lampau dan akan merupakan benih untuk menentukan
corak hidup pada masa yang akan datang.
oPradabda adalah karma yang dilakukan pada masa hidup sekarang ini dan hasilnya pun telah habis dinikmati pada hidup ini juga.
oSedangkan kriyamana adalah sisa-sisa pahala dari perbuatan yang
belum habis dinikmati dalam hidup ini dan akan dinikmati pada waktu
penjelmaan yang akan datang.
•Sesungguhnya karena karma itulah yang menyebabkan seseorang
mendapatkan sorga, neraka dan moksa. Maka itu agama Hindu selalu
menganjurkan terhadap semua umatnya untuk berbuat baik sesuai dengan
ajaran.
•
•
Sorga dan Neraka
•Menurut kepercayaan agama Hindu bahwa sorga dan neraka itu adalah
suatu kondisi bagaikan tempat peristirahatan bagi atma dengan sukma
sariranya untuk menikmati pahala dari karma yang pernah dilakukan ada
kehidupan di dunia.
•Jika perbuatan baik atau subha karma yang dilakukan semasa hidupnya
di dunia, maka dalam sukma sariranya pun kebaikan itu akan berbekas,
sehingga atma itu kelak akan dapat mencapai sorga. Demikian pula
sebaliknya, bila perbuatan tidak baik atau asubha karma yang dilakukan
pada saat hidupnya terdahulu maka sukma sariranya pun ditandai oleh
bekas-bekas dari perbuatan buruk itu, akibatnya atma jatuh ke jurang
neraka.
•Jadi secara singkat dapat disebutkan bahwa sorga itu adalah
kebahagiaan akhirat yang dinikmati oleh atma sebagai akibat dari
perbuatan baik, sedangkan neraka adalah penderitaan yang harus diterima
oleh atma sebagai akibat dari perbuatan buruk yang dilakukan pada masa
hidupnya di dunia. Sehubungan dengan itu perhatikanlah sloka berikut:
•“kunang apan alit ikang panca tan matra pinaka sariraning atma,
matangyan sukma sarira ngaranya, yatika sariraning atma an paka sarira
ring naraka loka, mawak ta ya ngkana, pinaka panghidepnya sangsara, yan
ahala gawenya nguni ring manusa, yata hetunyan tibeng naraka. Yan ahayu
gawenya nguniring manusa, yata matangyan pasarira ring swarga, pinaka
panghidepnya sukha (Sudarshana Devi, 3, hal 35).
•
Artinya:
•Oleh karena halusnya unsur panca tanmatra yang menjadi badanya atma,
itulah sebabnya maka disebut sukma sarira. Demikianlah perwujudan atma
dengan badan itu di alam neraka. Dengan badan inilah dia di sana
menikmati penderitaan, jika buruk perbuatannya dahulu pada waktu menjadi
manusia, itulah sebabnya ia jatuh ke alam neraka. Jika baik
perbuatannya dahulu pada saat hidup menjadi manusia, menyebabkan ia
dapat berada di sorga, maka kebahagiaannlah yang akan dinikmatinya.
•Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dalam cerita-cerita
agama Hindu sering dinyatakan, bahwa atma yang telah mencapai sorga itu
senantiasa dapat menikmati bermacam-macam kesenangan, misalnya mendapat
tempat yang baik dan indah yang dihibur oleh para bidadari yang
cantik-cantik dan sejenisnya. Sedangkan atma yang berada di alam neraka
itu adalah selalu mengalami penderitaan dan bermacam-macam siksaan
antara lain: dijemur di lapangan yang panas terik (tegal penangsaran),
diikat di bawah kayu curiga, yaitu pohon kayu yang berdaun keris,
direbus dalam jambangan yang besar dan banyak lagi macam siksaan yang
dialami oleh atma di alam neraka itu.
•
•
•Kendatipun demikian beratnya penderitaan yang dialami oleh atma yang
berdosa itu tetapi atma tidak akan dapat mati, karena bersifat kekal.
Rasa sakit akibat penderitaan itu dirasakan oleh sukmasarira yang masih
bersama dengan atma itu sendiri. Selama atma masih bersama dengan
sukmasarira, selama itu pula ia dapat merasakan adanya kebahagiaan dan
penderitaan.
•Yang menentukan pahala terhadap amal dosa perbuatan atau subha
asubha karma yang dibawa oleh atma di akhir itu adalah Tuhan Yang Maha
Kuasa. Sebab Tuhanlah sebagai saksi agung dan yang mahatahu terhadap
segala sesuatu, baik yang pernah ada dan yang sedang ada maupun yang
akan ada. Oleh karena itu, maka manusia dan semua makhluk lainnya tidak
akan dapat berbohong terhadapnya dalam pengadilan akhirat.
•
•
Pada waktu beliau mengadili amal dosa daripada karma yang dibawa oleh
atma itu beliau digelari Sang Hyang Yamadipati yang diiringi oleh para
cikrabala dengan tugas untuk menyiksa atma yang berdosa. Dan pada saat
Tuhan memberkati kebahagiaan terhadap atma yang beramal jasa, beliau
digelari Sang Hyang Dharma. Dalam agastya-parwa lampiran 15 dinyatakan:
•
Bhatara Dharma ngaranya Bhatara Yama, sang umayatnaken subha asubha prawrttin ikang sakala janma.
•
Artinya:
Bhatara Dharma juga bergelar bhatara Yama, yang mengamat-amati (mengadili) amal dosa perbuatan manusia (semua makhluk).
Demikian keadaan atma dengan sukma sarira dlm hubungannya dgn sorga
dan neraka. Setelah atma selesai mengalami pahala karmanya di alam sorga
dan neraka, ia pun akan menjelma kembali, dan dalam penjelmaannya di
dunia ini pahala dari karma itu selalu menyertainya, itulah yang
menyebabkan adanya perbedaan tingkat kehidupan di dunia ini.
•
•
•
Moksa
•Moksa adalah suatu kebenaran dan kesempurnaan jiwa yang suci murni
dan merupakan tujuan hidup tertinggi menurut ajaran agama Hindu. Dalam
pembicaraan tentang moksa ini akan dikemukakan pengertian moksa, tempat
moksa dan jalan untuk mencapai moksa. Selanjutnya ikutilah uraian
berikut:
Pengertian Moksa
•Kata moksa adalah suatu istilah noun masculine dalam bhs Sansekerta,
yang berasal dari urat kata kerja kelas enam (VI) yaitu: muc yg berarti
membebaskan, memerdekakan, mengeluarkan, melepaskan. Dari urat kata
kerja itu kemudian berubah menjadi mukta dalam bentuk ajektive dan mukti
atau moksa dlm bentuk noun masculine. Maka itu istilah moksa mengandung
makna kebebasan, kelepasan yg juga dlm istilah lain disebut nisrayasa,
kaparamartan dan kadyatmikan. Dalam agama Budha istilah moksa disebut
nirwana.
•Dalam ajaran Hindu yang dimaksud dengan moksa adalah terlepasnya
atma dari belenggu maya (bebas dari pengaruh karma dan punarbawa) dan
akhirnya bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan atas keadaan
atma dalam hubungannya dengan Tuhan maka moksa itu dapat dibedakan
menjadi empat yaitu Samipya, Sarupya/Sadarmya, Salokya dan Sayujya.
Adapun penjelasan keempat bagian moksa itu adalah itu adalah sebagai
berikut:
•
•
a.Samipya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai semasa hidup di
dunia ini. Hal ini dapat dilakukan oleh para Yogi dan para Maharesi,
Beliau dlm melakukan samadhi telah dapat melepaskan unsur-unsur maya
sehingga Beliau dapat mendengar wahyu Tuhan. Dalam keadaan demikian itu
atma berada sangat dekat sekali dengan Tuhan. Setelah Beliau selesai
melakukan samadhi, maka keadaan Beliau kembali sebagai biasa dimana
emosi, pikiran dan organ jasmaninya aktif kembali.
b.Sarupya/Sadharmya adalah suatu kebebasan di dunia, kedudukan atma
telah dapat mengatasi pengaruh unsur-unsur maya. Dalam hal ini atma
merupakan pancaran dari kemahakuasaan Tuhan, seperti halnya Sri Kresna
dlm Bhagawad Gita menyatakan; walaupun atma mengambil suatu perwujudan
tertentu, namun tdk terikat oleh segala sesuatunya.
c.Salokya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh atma, dimana
atma itu sendiri telah berada dlm posisi dan kesadaran yg sama dengan
Tuhan. Dlm keadaan seperti itu dpt dikatakan bhw atma itu telah mencapai
tingkatan Dewa yg merupakan manifestasi dari Tuhan itu sendiri.
d.Sayujya adalah suatu tingkat kebebasan yang tertinggi, dimana atma
telah dapat bersatu dengan Tuhan. Dalam keadaan seperti inilah muncul
sebutan Brahma atma aikyam yakni atma dengan Tuhan telah menjadi satu.
●
●
●
•
Lain daripada yg telah tersebut di atas, maka ada lagi istilah lain
yg dipakai untuk mengklasifikasi tingkat kebebasan atau moksa itu, yaitu
Jiwan Mukti, Wideha Mukti/Krama Mukti dan Purna Mukti.
§Jiwan Mukti ialah suatu kebebasan yang dapat dicapai semasa hidup,
dimana atma tidak terpengaruh oleh indriya dan unsur-unsur maya lainnya.
Dengan demikian maka Jiwan Mukti ini sifatnya sama dengan Samapya dan
Sarupya/Sadharmya.
§Wideha Mukti/Krama Mukti ialah suatu kebebasan yang dapat dicapai
semasa hidup, dimana atma telah meninggalkan badan kasar, tetapi wasana
dari unsur maya tidak kuat lagi mengikat atma itu. Dalam keadaan seperti
ini kesadaran yang dicapai oleh atma sudah setarap dengan Tuhan, tetapi
belum dapat bersatu karena masih adanya imbas dari unsur maya. Dengan
demikian maka Wideha Mukti/Krama Mukti ini dapat disamakan dengan
Salokya.
§Purna Mukti ialah suatu kebebasan yang paling sempurna dan
tertinggi, dimana atma telah dapat bersatu dengan Tuhan. Purna Mukti
sama sifatnya dengan Sayujya.
Demikianlah tingkatan-tingkatan moksa yang dialami oleh atma dari
tahap permulaan sampai dengan tahap yang terakhir sesuai dengan keadaan
dan posisi dari atma itu sendiri.
•
•
Tempat Moksa
•Dimanakah sesungguhnya tempat moksa itu, adakah tempat tertentu yang
khusus untuk bertemunya atma dengan Tuhan untuk menikmati kepasan itu?
Demikianlah pertanyaan yang muncul. Untuk mendapatkan gambaran jawaban
dari pertanyaan itu, ikutilah uraian berikut.
•Agama Hindu tidak mengajarkan adanya suatu kerajaan Tuhan yang
berada di suatu tempat tertentu yang khusus untuk itu. Dalam ajaran
tattwa dinyatakan bahwa Tuhan ada dimana-mana, oleh karena demikian maka
kebebasan atau moksa itu tidaklah terikat oleh sesuatu tempat tertentu
dan mengkhusus. Dalam sloka dibawah ini dinyatakan:
Moksasya na hi wasosti na gramantaram ewa wa, Ajnana hrdaya
granthi naso moksa iti smrtah (S.Radhakrisnan, hal 118).
Artinya:
Moksa itu bukan berada dalam suatu tempat tertentu dan bukan pula
seperti suatu kampung yang mudah dituju oleh seseorang yang ingin
mendapatkannya. Hancurnya kegelapan dalam alam pikiran itulah yang
disebut moksa.
Oleh karena itu, maka yang menjadi kunci pertama membuka jalan menuju
moksa adalah lenyapnya maya dalam pikiran itu sendiri, sehingga atma
mendapatkan kebebasan yang sempurna.
•
•
Jalan Untuk Mencapai Moksa.
•Sebab utama yang menjadi kendala untuk mencapai moksa adalah alam
pikiran yang diselubungi oleh unsur maya. Bila alam pikiran itu
diselubungi oleh maya, maka terjadilah kegelapan yang dapat membawa
kepada tindakan yang bertentangan dengan dharma. Atas dasar inilah agama
Hindu senantiasa selalu menganjurkan kepada umatnya untuk menyucikan
pikirannya. Salah satu jalan untuk menyucikan pikiran itu adalah Yoga.
Sehubungan dengan itu perhatikanlah sloka berikut.
Yunjannewam sadatmanam yogi wigata kalmasah,
Sukhena brahma samsparsam atyantam sukham asnute
(Swami Vireswarananda, hal 197).
Artinya:
•Seorang Yogi yang bebas dari segala noda dan dapat mengendalikan
pikirannya, adalah sudah dapat mencapai kebahagiaan yang tertinggi,
yaitu bersatu dengan Tuhan.
•Sesungguhnya banyak jalan untuk mencapai moksa, tetapi dalam uraian
ini akan dikemukakan beberapa jalan saja, yaitu; Tri Karana/Tri Sadhana
dan Catur Marga/Yoga. Semua jalan tersebut diatas, bila dijalankan
dengan kesungguhan hati akan membawa seseorang kepada kelepasan. Untuk
lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
•
Tri Karana/Tri Sadhana
•Tri Karana atau Tri Sadhana adalah tiga sebab (karana) atau alat
(sadhana) yang dapat menuntun manusia untuk mencapai moksa. Ketiga sebab
atau alat itu adalah jnanabhyudreka, indriyayogamarga, dan tresnadosa
ksaya. Ketiga bagian ini memiliki hubungan yang erat sekali satu dengan
lainnya dan tidak dapat dipisahkan.
•Jnanabhyudreka adalah mahir dalam segala macam ilmu pengetahuan
mengenai ajaran filsafat kerohanian. Dengan mengetahui hakikat dari
kebenaran yang diajarkan oleh tattwa darsana, maka orang akan mendapat
pedoman dan tuntunan untuk mengenal dirinya sendiri, dari mana asalnya
dan kemana perginya setelah ia meninggal. Seseorang yang telah dapat
mencapai hakikat kebenaran itu, maka ia akan dapat mencapai moksa.
•
•
•Indriya yoga marga adalah pengendalian aktivitas indriya atau emosi.
Jika indriya atau emosi itu selalu diikuti geraknya dan dipenuhi
kepuasannya akan sangat berbahaya. Karena pada umumnya segala keinginan
yang muncul dari nafsu yang berlebihan akan menimbulkan dosa. Maka
itulah indriya atau emosi itu dikendalikan agar seseorang mencapai
ketenangan dalam dirinya. Jika seseorang telah mencapai ketenangan dalam
dirinya, maka ia tidak lagi terikat akan suka dan duka. Sehingga dengan
demikian ia akan mudah mencapai kelepasan, karena dalam dirinya telah
terdapat ketenangan yang mendalam.
•Tresnadosa ksaya adalah mengurangi dosa dan rasa cinta kasih yang
lekat. Adapun cara untuk mengurangi dosa dan rasa cinta kasih yang lekat
itu adalah dengan melaksanakan ajaran indriya marga yoga yang tersebut
di atas dengan sebaik-baiknya.
•
•
•Dalam kehidupan ini memang perlu adanya rasa kasih sayang antara
sesama, akan tetapi janganlah terikat atau lekat terhadap apa yang
dicintai atau disayanginya itu. Sebab kalau seseorang yang tetap lekat
terhadap apa yang dicintai, itu berarti mereka memberi kebebasan
terhadap indriyanya sehingga bertentangan dengan ajaran indriya marga
yoga itu.
•Dan rasa yang lekat terhadap sesuatu itu biasanya cenderung mengarah
kepada asubha karma yang menyebabkan atma terikat oleh unsur maya. Oleh
karena atma terikat oleh maya, maka muncullah kelahiran yang
berulang-ulang dan penderitaan silih berganti.
•
•
Catur Marga Yoga
Catur marga yoga ialah empat jalan atau cara untuk bersatu dengan
Tuhan. Adapun yang termasuk catur yoga marga itu adalah jnana yoga
marga, karmayoga marga, bhakti yoga marga, dan raja yoga marga. Keempat
ajaran itu memiliki keterkaitan yang erat satu dengan lainnya sehingga
dengan demikian sulit untuk dipisahkan dalam pelaksanaannya. Walaupun
demikian dominasi dari setiap ajaran ini akan dapat terlihat, dan semua
itu tergantung dari kemampuan setiap orang. Untuk jelasnya catur marga
akan diuraikan sebagai berikut.
qJnana yoga marga adalah jalan atau cara untuk dapat bersatu dengan
Tuhan berdasarkan atas pengetahuan atau kebijaksanaan terutama mengenai
yang diajarkan oleh Weda. Dalam kitab Upanisad dinyatakan bahwa
pengetahuan itu ada dua macam yaitu apara widya dan para widya. Apara
widya ialah pengetahuan tingkat bawahan, yang meliputi pengetahuan
duniawi dan pengetahuan ajaran Weda. Sedangkan para widya ialah
pengetahuan tingkat-tingkat tinggi yakni pengetahuan langsung tentang
hakikat mengenai atma dan Brahman. Pengetahuan yang tergolong apara
widya adalah merupakan dasar untuk mencapai para widya, maka itu kedua
macam pengetahuan ini tidak dapat dipisahkan.
•
•
Seorang Jnanin yang telah memiliki pengetahuan apara widya dan para
widya, mereka akan dapat mencapai hakikat kebenaran yang sempurna,
karena mereka telah dapat membedakan yang kekal (nitya) dan yang tidak
kekal (anitya). Sehubungan dengan itu perhatikanlah sloka berikut ini.
ksetra ksetrajnayor evam antaram jnanacaksuna,
Bhutaprakrti moksam ca ye widuryanti te param.
(Swami Vireswarananda, hal 394).
Artinya:
•Mereka yang telah dapat melihat pandangan yang bijaksana terhadap
perbedaan antara yang tidak kekal dengan yang kekal, serta bebas dari
segala sebab yang menimbulkan hidupnya maya itu adalah dapat mencapai
moksa.
•Hanya mereka yang telah dapat membedakan sesuatu yang kekal dan yang
tidak kekal itulah sesungguhnya orang yang mengetahui dan pada akhirnya
mereka akan dapat mencapai persatuan dengan Tuhan tanpa mengalami suatu
rintangan.
•
•
qKarma yoga marga adalah jalan atau cara untuk dapat mencapai
persatuan dengan Tuhan melalui kerja tanpa terikat. Seorang karmayogi
memiliki bahwa segala apa yang dikerjakannya adalah sebagai suatu
pengabdian bukan sebagai suatu usaha untuk mencapai kemewahan dan
kemasyuran. Sebab pada hakikatnya kemewahan dan kemasyuran itu adalah
bersifat tidak kekal, bahkan sering menimbulkan keangkuhan dan
kesombongan.
Untuk dapat bekerja tanpa terikat akan hasilnya, hendaklah seseorang
dapat menguasai pikiran dan gerak indriyanya dengan pengertian bahwa
segala sesuatu yang dikerjakannya adalah merupakan suatu kewajiban bukan
yang lain. Sehingga dengan demikian unsur-unsur maya tidak dapat
mempengaruhi atmanya, maka dengan demikian mereka dapat mencapai
kebenaran yang tertinggi atau moksa. Selanjutnya ikutilah sloka berikut:
Asakta budhin sarwatra jitatma wigatasprhan,
Naiskarmya siddhim paramam samnyasenadhigacchati.
(Swami Vireswarananda, hal 511).
Artinya:
Dia yang pengetahuannya tidak lekat kesana kesini yang pikirannya
terkendali kan dan bebas dari pengaruhindriya serta tidak terikat oleh
sesuatu harapan, akan dapat mencapai kebebasan yang tertinggi dalam
pelaksanaan karma.
•
•
GANAPATI TATTWA
•Ganapati tattwa merupakan salah satu ajaran tattwa dalam agama Hindu
yang ditulis dalam lontar. Sama halnya dengan ajaran tattwa yang lain
seperti whraspati tattwa, tattwa jnana maupun bhuwana kosa, ganapati
tattwa juga mengajarkan tentang hakikat kebenaran alam semesta (bhuwana
agung) maupun manusia itu sendiri (bhuwana alit), konsepsi tentang
ketuhanan, etika dan jalan untuk mencapai tujuan yang tertinggi (moksa).
Dalam hubungan dengan teori tentang ciptaan, diuraikan tentang proses
penciptaan alam semesta itu berawal dari tidak ada apa-apa hingga pada
perkembangan maupun proses kembalinya ciptaan itu ke sumber asalnya,
yaitu Tuhan itu sendiri sebagai kebenaran yang paling absolut.
•
•Tujuan hidup manusia yang dipandang paling utama adalah mengusahakan
agar pada waktunya nanti dapat mencapai alam moksa, yaitu kembalinya
bersatu atma dengan sumber asalnya. Usaha ke arah itu diantaranya
diajarkan melalui yoga yang dilandasi dengan pengetahuan kerohanian
tentang hakekat yang maha gaib, karenanya pengetahuan yang diajarkan
dalam ganapati tattwa bersifat rahasia. Seseorang yang hendak
memperdalam ajaran ganapati tattwa tersebut perlu terlebih dahulu
melaksanakan ajaran kesusilaan dengan baik. Sangat dipantangkan untuk
menyampaikan ajaran ini kepada orang yang ajaran kesusilaan dengan baik.
Sangat dipantangkan untuk menyampaikan ajaran ini kepada orang yang
tidak memiliki kepercayaan dan kesusilaan dalam hidupnya.
•
•
•
Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan mampu memahami konsep
ajaran ganapati tattwa secara umum serta mengambil inti sarinya untuk
menunjang pengetahuan ajaran agama Hindu umumnya. Lebih lanjut setelah
mempelajari dan memahami keseluruhan daripada kegiatan belajar yang
disajikan dalam modul ini secara khusus anda diharapkan dapat:
a.Memahami konsep ajaran ganapati tattwa secara utuh.
b.Membandingkan konsep ajaran ketuhanan antara ganapati tattwa dengan konsep Ketuhanan menurut ajaran dalam sumber yang lain.
c.Memahami teori tentang ciptaan alam semesta (bhuwana agung) maupun manusia (bhuwana alit).
d.Meningkatkan kesusilaan dan disiplin kehidupan yang selaras dengan ajaran dharma.
e.Meningkatkan keimanan dan keyakinan terhadap Kemahakuasaan Hyang
Widhi sebagai Maha Pencipta dan sumber segala ciptaan yang ada.
●
•
GAMBARAN UMUM GANAPATI TATTWA
A. Bentuk penyajian ganapati tattwa.
Ganapati tattwa sebagai salah satu ajaran tattwa agama Hindu dalam
penyajian memakai bentuk percakapan atau dialog. Tokoh utama yang
ditampilkan sesuai dengan nama ajaran ini adalah Bhatara Gana yang juga
disebut Sanghyang Ganapti atau Sanghyang Ganadipa. Tokoh ini ditampilkan
sebagai penanya yang ingin mengetahui ajaran tentang kebenaran terutama
yang menyangkut sumber ciptaan yang ada serta kembalinya nanti. Sebagai
tokoh yang memberikan wejangan atau ajaran adalah Bhatara Siwa. Beliau
dilukiskan memberikan tuntunan dan penjelasan kepada Sanghyang Ganapati
atas pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan.
•
•
Penyajian dalam bentuk dialog atau percakapan lebih-lebih untuk
menyampaikan ajaran tattwa yang sering materinya sulit dipahami memang
terasa memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan penyajian
dalam bentuk uraian biasa.
Dalam bentuk percakapan atau dialog penyajian menjadi lebih menarik
dan tidak menjemukan karena disela-sela penjelasan yang disampaikan
diselingi pertanyaan. Disamping itu untuk bagian-bagian ajaran yang
dipandang sulit dan memerlukan penjelasan yang agak panjang, pembaca
diajak untuk lebih memusatkan perhatiannya, karena diselingi dengan
bentuk pertanyaan untuk mendapat uraian yang lebih jelas lagi.
Hampir sama dgn bentuk penyajian dalam ganapati tattwa, ajaran
wrharpati tattwa yang juga merupakan ajaran ttg tattwa, juga memakai
penyajian dalam bentuk percakapan. Di samping beberapa materi ajarannya
yg berbeda, tokoh penanya nya juga lain. Dalam ganapati tattwa yang
bertanya adalah bhatara gana sdgkn dlm wrharpati tattwa tokoh yg
bertanya adalah Bhagawan Werhaspati. Keduanya bertanya kepada Bhatara
Siwa sebagai tokoh yg membeikan ajarannya.
•
•
Ganapati tattwa dalam bentuk penyajiannya mempergunakan bahasa Jawa
Kuno dengan disana sini diselingi dengan teks berbahasa sansekerta. Oleh
karena materi ajarannya menyangkut hal yang bersifat abstrak (niskala)
banyak istilah yang sulit untuk siterkemahkan dan harus diterima dan
diyakini sebagaimana adanya.
Ditampilkannya tokoh dewa-dewa seperti Bhatara Siwa sebagai maha guru
yang memberikan pelajaran maupun Bhatara Gana yang meminta pelajaran
menjadikan bentuk ajaran Ganapati Tattwa lebih mantap diyakini sebagai
suatu ajaran tentang kebenaran, karena sumber ajarannya adalah dari
Bhatara Siwa, Tuhan Yang Maha mengetahui.
Dalam modul ini hanya akan diketengahkan ajaran-ajaran yang bersifat
umum sedangkan ajaran yang lebih mendalam yang memerlukan tuntunan
seorang guru secara mengkhusus tidak disajikan.
•
•
B. Jenis materi dan sifat ajaran ganapati tattwa
Ajaran Ganapati tattwa mengetengahkan materi ajaran tentang
kebenaran yang menyangkut konsepsi Ketuhanan, teori tentang ciptaan,
yang diawali dari tidak ada apa-apa yang ada hanya Tuhan Yang Maha
Tunggal dalam aspek yang Nirguna. Setelah mengambil bntuk Saguna Tuhan
melahirkan ciptaan yang bersumber dari diri beliau sendiri.
Ciptaan tentang alam semesta (bhuwana agung) maupun manusia
(bhuwana alit) diajarkan sejak awal ciptaan itu, proses kejadiannya
hingga pada saat kembalinya ciptaan itu kesumber asalnya bila saatnya
telah tiba. Jalan atau cara yang dapat mengantarkan manusia khususnya
untuk kembali ke asalnya juga diajarkan dalam bentuk ajaran tentang
yoga, yang agak berbeda bila dibandingkan dengan yoga patanjali.
Pelaksanaan yoga dilandasi dengan pengetahuan tentang kehidupan yang
sangat rahasia itu.
•
•
Sifat ajaran Gnapati tattwa dengan mudah dapat diterka bahwa ajaran
itu adalah ajaran yang bersifat Siwaistis. Hal itu jelas sekali dapat
diketahui antara lain:
a.Tokoh yang ditampilkan sebagai maha guru yang memberikan ajaran
tentang kebenaran itu adalah Bhatara Siwa, sehingga ajarannya pun sudah
jelas adalah ajaran yang bersifat Siwaistis.
b.Dilihat dari materi ajarannya yang mengungkapkan tentang konsepsi panca dewata, dimana Siwa sebagai sumber segalanya.
c.Brahma, Wisnu Iswara merupakan tiga unsur manifestasi Tuhan yang
dipandang sebagai badannya Tuhan itu sendiri. Hal itu juga dengan jelas
mengingatkan kita pada ajaran tentang Tri Murti yang merupakan ajaran
Siwa Sidhanta.
d.Lebur dan menyatunya kembali atma dengan sumber asalnya pada waktu
mencapai moksa dilukiskan dengan Ganapati tattwa menyatu ke dalam Parama
Siwa.
●
•
Dari semuanya itu Ganapati tattwa dapat disimpulkan sebagai ajaran
yang bersifat Siwaistis. Ajaran itu memandang sumber semuanya itu
berasal dari yang Tunggal dan pada waktunya juga akan kembali kepada
yang Tunggal. Adanya keragaman penampakan setelah proses penciptaan itu
sendiri, pada hakekatnya dipandang sbg bayangan kegaiban Tuhan Yang
Tunggal.
Ajaran Ganapati tattwa banyak mengungkapkan hal-hal yg berhubungan
dengan rohani maupun bersifat abstrak dan rahasia. Oleh karena itu
sangat ditekankan bagi seseorang yang hendak mendalami, landasan
kesusilaan yang tinggi patut diwujudkan terlebih dahulu.pada bagian
akhir daripada naskah Ganapati tattwa tersebut bahwa dengan tegas juga
disampaikan bahwa tidak dibenarkan untuk memberikan kepada orang lain,
bila tidak benar-benar bhakti, suci dan tulus hatinya. Hal ini
menunjukkan bahwa ajaran itu patut dirahasiakan.
•
•
Namun demikian tidaklan berarti bahwa ajaran Ganapati tattwa tersebut
tidak boleh dipelajari, melainkan yang dikehendaki dari tuntutan
tersebut adalah perlunya melaksanakan kesusilaan sebagai landasan
mempelajari dharma atau agama. Dalam Sarasamuccaya juga dapat diketahui
akan hal itu sebagai kutipan di bawah ini:
Prawrtti rahayu kta sadhananing rumaksang dharma, yapwan sanghyang
aji, jnana pageh ekatana sadhana ri karaksanira, kunang ika rupa, si
radin pangraksa irika, yapwan kasujanman, kesusilaan sadhananing rumaksa
ika.
Artinya:
Tingkah laku yang baik merupakan alat untuk menjaga dharma, akan
sastra suci atau ilmu pengetahuan dharma, akan sastra suci atau ilmu
pengetahuan pikiran yang tetap teguh dan bulat saja merupakan upaya
untuk menjunjungnya. Adapun keindahan paras adalah kebersihan
pemeliharaannya, mengenai kelahiran mulia maka budi pekerti susila yang
menegakkan.
•
•
Demikian keteguhan dalam keimanan serta ketekunan dlm melaksanakan
ajaran dharma sangat ditekankan sebagai landasan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan suci seperti halnya dengan ajaran Ganapati tattwa
tersebut.
Disinilah letak rahasianya ajaran tersebut sebab kesucian itu akan
menjadi ternoda bila berada pada tempat yang tidak suci. Di samping itu
karena ajarannya sendiri banyak mengungkapkan hal yang bersifat abstrak
dan gaib.
Pada bagian akhir dari naskah Ganapti tattwa juga terdapat beberapa
mantra suci untuk memohon menyucian (penglukatan) serta memohon
perlindungan agar dari segala bentuk halangan itu penyakit yang
ditujukan kehadapan Bhatara Gana sebagai dewa pelindung dan penyelamat.
•
•
METAFISIKA DALAM GANAPATI TATTWA
A. Konsepsi Ketuhanan dalam Ganapati Tattwa
Ganapati tattwa mengajarkan bahwa awal mula sebelum terjadinya
ciptaan dilukiskan sebagai keadaan yang tidak ada apa-apa. Tidak ada
alam, tidak ada ruang angkasa, tidak ada sunia, tidak ada nirwana, tidak
ada ilmu, tidak ada keanekaan, tidak ada itu semua, yang ada hanyalah
Tuhan dalam aspeknya yang Nirguna.
Beliau berkenaan Parama Sukha yaitu bukan sukha karena sunia, tidak
berkenaan sunia, bukan sukha karena nirwana, tidak berkeadaan nirwana,
bukan sukha karena jnana, tidak berkeadaan jnana, bukan sukha karena
wisesa, hanya Maha Bahagia keadaannya. Tidak berjarak, tidak dapat
ditentukan tengahnya, tidak berwujud tdk berwarna tidak berartribut,
halus tidak dapat dilukiskan. Tidak sukha karena ucapan, tidak
berkeadaan bunyi tidak sukha karena pikiran tidak berkeadaan pikiran.
Hanya berkeadaan sukha acintya, yaitu keadaan Maha Bahagia yang tidak
terpikirkan.
•
•
Demikianlah keadaan Tuhan yang dilukiskan serta tidak dalam aspek
Nirguna, oleh karena manusia tidak mampu memikirkan sampai ke arah itu,
karena tidak ada pengetahuan dan serba tidak.
Dari Sanghyang Sukha Acintya, dalam evolusinya muncullah Sanghyang
Jnana Wisesa yaitu pengetahuan yang maha mulia. Tidak ternoda berkeadaan
sebagai jnana, tidak terjangkau dan berkeadaan wisesa (maha kuasa).
Beliau tidak terpengaruh oleh sunia, sebab beliau berkeadaan sunia.
Tidak terpengaruh oleh norwana, sebab beliau berkeadaan nirwana itu
sendiri. Beliau sendiri berbadankan alam semesta ini. Beliau tidak
terkena pengaruh gaib, sebab beliau sendiri berkeadaan maha gaib.
Demikianlah beliau disebut Sanghyang Jnana Wisesa dan disebut juga
dengan gelar Sanghyang Jagat Karana, karena beliau memiliki pengetahuan
yang maha kuasa, dan beliau sendiri juga dipandang sebagai sebab dari
dunia atau alam semesta serta semua ciptaan itu. Dalam keadaan serupa
Tuhan yang Tunggal tampil dalam aspek Saguna, yang menjadi penyebab dan
sumber segala ciptaan selanjutnya.
•
Karena hendak beliau sendiri untuk menyaksikan diri beliau mengembang
serta menikmati keadaan diri beliau sendiri yang berkeadaan nyata dan
tidak nyata (sekala niskala), itulah sebabnya kemudian beliau
menciptakan paras-para.
Yang disebut paras adalah keadaan nyata. Yang disebut para adalah
keadaan yang tidak nyata. Beliau kemudian menciptakan senia sebagai
bayangan beliau. Tidak ada yg mampu mengetahui bagaimana beliau
menciptakan itu. Setelah Sanghyang Jagat Karana bersemayam pada sinia,
munculah ciptaan beliau secara berturut-turut mulai dari Ongkaar Sudha,
serta suara, kemudian keluarlah Windu Prana Suci, cemerlang warnanya
ditengah-tengahnya berisi nada Prana Jnana. Sudha (bersih) keadaannya
seperti kumpulan matahari bulan dan bintang sinarnya.
•
•
Demikianlah windu, bagikan embun pada ujung alang-alang yang disinari
matahari, hening bagaikan pelita cahayanya memancar berkilauan. Dari
windu kemudian menjadi panca dewata yaitu Brahma, Wisnu, Rudra, Iswara
serta Sanghyang Sada Siwa. Demikianlah proses penciptaan Dewa Atma itu.
Dari Panca Dewa Atma atau Panca Dewata itulah kemudian menjadi sumber
ciptaan selanjutnya.
Diantara panca dewata tersebut, tiga diantaranya yaitu brahma, Wisnu,
Siwa dipandang sebagai badannya atau wujud Tuhan itu sendiri. Ketiganya
dilukiskan dalam posisi wisnu berada di sebelah kirinya Brahma dan
Bhatara Siwa ada ditengah-tengah. Seperti telah diungkapkan di depan
keadaan Tuhan (Bhatara Siwa beliau Maha Gaib dan tidak terpikir
acintya).
Untuk memahami keadaan beliau yang Maha Gaib itu hanyalah dengan
mengetahui rohaniah. Beliau dilukiskan berada dalam bathin atau dalam
hati yang suci. Tempat beliau dalam bathin disebut Guhyalaya, yaitu
tersembunyi dalam kegaiban. Beliau juga dilukiskan berkeadaan sebagai
Sunianya sunia, lebih kecil dari yang terkecil atau disebut juga parama
kaiwalya nisreyasa. Beliau tidak terpengaruh oleh suka dan duka.
Disanalah pada ujung batin beliau bersemayam.
•
•
•
•
Ganapati tattwa mengajarkan untuk memuja beliau yang Maha Gaib
hendaknya mempergunakan catur dasaksara atau empat belas aksara suci
yaitu:
SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, YANG, ANG, UNG,
MANG, ONG. Keempat belas aksara suci tersebut disebut sebagai Puspa
Sumekar yang artinya bunga yang mekar serta berbau harum tiada hentinya.
Dengan itulah pemujaan kehadapan Bhatara Siwa yang bersembunyi dalam
kegaiban dilakukan setiap saat.
Dalam prakteknya menurut ajaran agama Hindu pemujaan kehadapan Tuhan
dalam berbagai manifestasinya memang dilakukan dengan sarana bunga yang
mekar dan segar serta berbau harum, disertai dengan doa-doa pujaan yang
dirangkai dari aksara-aksara suci.
Manifestasi Tuhan dalam aspek beliau sebagai Brahma dilukiskan
berwarna merah, bermuka empat, bermata tiga dan bertangan empat. Bhatara
Wisnu dilukiskan berwarna hitam, bertangan empat bermata tiga. Bhatara
Wisnu dilukiskan bermata tiga, bertangan empat dan berwarna putih.
•
saya mau saran kak unt penggunan fontnya mungkin bisa di rubah, atau tulisannya tidak di kapital semua, sebab saya menemukan kesulitan saat membacanya, terima kasih.
BalasHapusSebenernya bagus, tapi fontnya bikin sakit mata
BalasHapus