Selasa, 17 April 2012

nitisastra lanjutan


ÒSISTEM KETATANEGARAAN KERAJAAN MAJAPAHIT
ÒOleh:
ÒMade waisnawa putra
ÒStruktur Pemerintahan
ÒMajapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
Ò
Ò
Terdapat Lembaga Negara yang disebut
Traya Ratna yaitu Lembaga Tinggi Negara yang memiliki fungsi mengatur negara. Ketiga lembaga tersebut adalah:
ÒSapta Prabhu yang berfungsi sebagai Lembaga Eksekutif yang dijabat oleh Raja dan pemerintahannya.
ÒSapta Mantrim yang berfungsi sebagai pengawas jalannya pemerintahan (Lembaga Legislatif).
ÒSapta Upappati yaitu Lembaga Pengadil (Yudikatif).
Ò
ÒKetiga lembaga tersebut di atas saling bekerja sama dalam membangun negara. Terdapat lembaga penghubung bagi ketiga unsur tersebut yang disebut Lembaga Katrini.
Ò

Aparat Birokrasi

ÒRaja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi.
Ò
Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:

Ò
ÒRakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja
ÒRakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
ÒDharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
ÒDharmma-upapatti, para pejabat keagamaan
Ò
Ò
  Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu.
Ò
ÒPembagian Wilayah
  Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre atau "Bhatara i". Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Ò
ÒSelama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit dikenal sebagai berikut:
ÒBhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja
ÒNagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan)
ÒWatek: dikelola oleh wiyasa,
ÒKuwu: dikelola oleh lurah,
ÒWanua: dikelola oleh thani,
ÒKabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
Ò
Ò
  Saat Majapahit memasuki era pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk:
Ò
Ò
ÒNegara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
Ò
Ò
ÒMancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi, yang kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah dengan keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan mengumpulkan pajak, namun mereka menikmati otonomi internal yang cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk didalamnya seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan Palembang di Sumatra.
Ò
Ò
ÒNusantara, adalah area yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup luas dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan menuai reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.
Ò
Ò


KETIGA KATEGORI ITU MASUK KE DALAM LINGKARAN PENGARUH KERAJAAN MAJAPAHIT. AKAN TETAPI MAJAPAHIT JUGA MENGENAL LINGKUP KEEMPAT YANG DIDEFINISIKAN SEBAGAI HUBUNGAN DIPLOMATIK LUAR NEGERI:

ÒMitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan tatanan (aturan) yang sama". Hal itu menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit.
Ò
ÒMenurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa, Kamboja (Kamboja), dan Yawana (Annam).[34] Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.
Ò
ÒPola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini kemudian diidentifikasi oleh sejarahwan modern sebagai "mandala", yaitu kesatuan yang politik ditentukan oleh pusat atau inti kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit politik bawahan tanpa integrasi administratif lebih lanjut. Daerah-daerah bawahan yang termasuk dalam lingkup mandala Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan Nusantara, umumnya memiliki pemimpin asli penguasa daerah tersebut yang menikmati kebebasan internal cukup luas.
Ò
Ò
  Wilayah-wilayah bawahan ini meskipun sedikit-banyak dipengaruhi Majapahit, tetap menjalankan sistem pemerintahannya sendiri tanpa terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan pusat di ibu kota Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan dalam kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-mandala tetangga Majapahit yang sezaman; Ayutthaya dan Champa.
Ò

Tidak ada komentar:

Posting Komentar